Penegakan Hukum terhadap Pengeroyokan Massal, Pahami Pasal Pengeroyokan dan Jerat Hukum Bagi Pelaku

Author PhotoNadia Nurhalija, S.H
07 Jan 2025
OIP

Tindak pidana pengeroyokan menjadi salah satu fenomena yang semakin sering terjadi di masyarakat. Pengeroyokan, seperti pemukulan atau kekerasan fisik yang dilakukan secara bersama-sama terhadap orang lain, sering kali mengakibatkan luka pada tubuh korban, menyebabkan cacat fisik, hingga kematian. Dalam berbagai kasus, motif pengeroyokan beragam, mulai dari balas dendam, kesalahpahaman, rasa tersinggung, solidaritas, hingga alasan lainnya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana pengeroyokan disebut sebagai tindak pidana “bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang” yang diatur dalam Pasal 170 KUHP.

Pasal 170 KUHP menentukan ancaman pidana untuk tindak pidana pengeroyokan berdasarkan akibat yang ditimbulkan. Pada ayat (1), pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama dengan kekerasan terhadap orang atau barang di depan umum diancam pidana penjara maksimal 5 tahun 6 bulan. Selanjutnya, ayat (2) mengatur bahwa apabila perbuatan tersebut menyebabkan luka, maka ancamannya meningkat menjadi 7 tahun penjara. Jika mengakibatkan luka berat, ancaman pidananya menjadi 9 tahun, dan apabila berujung pada kematian, pelaku diancam pidana penjara maksimal 12 tahun.

Adapun unsur-unsur dalam Pasal 170 KUHP meliputi: (a) dilakukan secara terang-terangan, yaitu di tempat yang dapat dilihat oleh umum, (b) dilakukan dengan tenaga bersama, yang artinya melibatkan dua orang atau lebih, (c) menggunakan kekerasan, yaitu tindakan yang melibatkan tenaga fisik yang dapat mendatangkan kerugian, dan (d) dilakukan terhadap orang atau barang.

Tindak pidana pengeroyokan termasuk dalam kategori delik penyertaan karena adanya unsur “bersama-sama,” yang menunjukkan bahwa pelaku lebih dari satu orang. Oleh karena itu, tindak pidana pengeroyokan memperluas cakupan pemidanaan, di mana setiap pelaku harus memiliki kesengajaan untuk menimbulkan rasa sakit, luka, atau penderitaan pada korban.

Dalam penegakan hukum, saksi dan alat bukti memegang peranan penting dalam pembuktian tindak pidana pengeroyokan. Alat bukti seperti kesaksian korban, saksi mata, rekaman video, dan hasil visum et repertum sering menjadi dasar untuk menguatkan dakwaan terhadap pelaku. Visum memberikan keterangan medis tentang luka yang dialami korban, sehingga dapat memperjelas hubungan antara tindakan pelaku dan akibat yang ditimbulkan. Selain itu, keterangan saksi yang dapat memastikan keterlibatan individu dalam tindakan kekerasan turut membangun konstruksi hukum yang lebih solid dalam menangani kasus pengeroyokan.

Aspek pencegahan tindak pidana pengeroyokan menjadi perhatian penting. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya penyelesaian konflik secara damai, pengawasan di area rawan kekerasan, dan peran aktif lembaga keamanan dapat membantu menekan insiden pengeroyokan. Penerapan sanksi yang tegas terhadap pelaku tidak hanya memberikan efek jera tetapi juga menjadi pembelajaran bagi masyarakat bahwa tindak pidana seperti pengeroyokan tidak dapat ditoleransi.

Artikel Terkait

Rekomendasi