Slamet Pribadi, pakar hukum pidana dari Universitas Bhayangkara Jakarta, memberikan pandangan yang mendalam mengenai pidato pertama Presiden Prabowo Subianto setelah dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024. Dalam pidatonya, Prabowo dengan tegas menyoroti isu kebocoran anggaran negara yang, menurutnya, tersebar di berbagai level pemerintahan. Pidato ini, menurut Slamet, mencerminkan kejujuran seorang pemimpin yang tidak segan mengungkapkan masalah-masalah serius yang melanda negara, khususnya terkait korupsi dan penyalahgunaan anggaran.
Prabowo, sebagai mantan Menteri Pertahanan di era Presiden Jokowi, menyampaikan rasa tidak sukanya terhadap praktik korupsi dan penyelewengan anggaran negara. Dengan nada bicara yang tegas dan keras, Prabowo berhasil menarik perhatian seluruh hadirin yang menyambut pernyataannya dengan tepuk tangan. Hal ini, menurut Slamet, menunjukkan bahwa rakyat telah mempercayakan masa depan negara kepada Prabowo dengan harapan besar, terutama dalam hal pemberantasan korupsi. Prabowo berhasil memenangkan pemilihan presiden dengan 96.214.691 suara atau sekitar 58,6 persen suara pemilih, suatu angka yang fantastis.
Dalam konteks hukum, Slamet mengingatkan agar para Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penyelenggara negara di seluruh tingkatan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugas mereka. Menurutnya, dengan adanya penegasan dari Presiden, maka penegakan hukum terhadap praktik korupsi akan menjadi lebih serius. ASN dan pejabat negara yang terlibat dalam praktik koruptif berisiko “digulung” oleh kebijakan tegas Presiden yang didukung oleh aparat penegak hukum. Korupsi, jelas Slamet, adalah momok yang telah lama menghantui masyarakat, merusak sistem peradilan, memperlambat proses administrasi, dan merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat miskin yang membutuhkan layanan publik yang cepat dan efektif.
Slamet menegaskan bahwa korupsi tidak hanya menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga merusak citra Indonesia di mata dunia internasional. Negara yang tidak mampu memberantas korupsi dengan efektif akan gagal mencapai tujuan pembangunan nasional karena sumber daya yang ada terus digerogoti oleh “tikus-tikus” korupsi. Menurut Slamet, ketidakmampuan penegak hukum dalam memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi adalah salah satu masalah besar. Ia menyoroti bahwa meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah lama beroperasi, efek pencegahan yang diharapkan belum tercapai.
Slamet juga berpendapat bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilakukan melalui tindakan represif. KPK dan penegak hukum lainnya, termasuk kepolisian dan kejaksaan, harus mengedepankan pencegahan korupsi yang seimbang dengan penindakan. Pencegahan korupsi harus menjadi sistem yang berjalan secara utuh, tidak dilakukan secara parsial. Namun, kenyataannya, menurut Slamet, upaya pencegahan korupsi sering kali kurang maksimal dan lebih fokus pada pemberantasan yang tidak menyentuh akar masalah, seperti pencucian uang yang sering kali tidak disertakan dalam proses hukum.
Lebih lanjut, Slamet menyampaikan bahwa praktik korupsi masih sangat terasa dalam berbagai layanan publik, di mana masyarakat kerap menghadapi perilaku koruptif dari aparatur negara saat membutuhkan pelayanan. Ia menekankan bahwa regulasi yang lebih keras dan penegakan hukum yang profesional harus segera diterapkan, serta budaya hukum masyarakat yang cenderung permisif terhadap korupsi harus diubah. Menurutnya, korupsi dan perilaku koruptif yang dibiarkan akan terus menjadi penghambat utama bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
Slamet juga menyoroti peran partai politik yang, menurutnya, belum banyak belajar dari kesalahan masa lalu. Banyak pejabat publik yang dihasilkan dari partai politik terlibat dalam kasus korupsi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Ia berharap bahwa partai politik mulai memberikan edukasi kepada anggotanya tentang pentingnya integritas dan betapa mulianya tidak terlibat dalam korupsi. Seharusnya, tidak korupsi dan berperilaku jujur dijadikan sebagai sikap patriotik yang harus dibanggakan oleh setiap pejabat publik.
Di akhir pandangannya, Slamet mengajak seluruh elemen bangsa untuk mendukung keberanian pemerintahan baru dalam menghadapi korupsi. Ia berharap arahan tegas dari Presiden Prabowo mengenai pemberantasan korupsi dapat ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum dengan kerja keras dan komitmen. Bagi Slamet, Indonesia yang bebas dari korupsi bukanlah impian yang mustahil jika semua pihak bekerja bersama-sama menciptakan sistem yang bersih, adil, dan transparan. Dengan demikian, rakyat dapat merasakan hidup di negara yang benar-benar bebas dari cengkeraman korupsi, dan Indonesia dapat berdiri tegak sebagai bangsa yang bermartabat di mata dunia.