Melindas Orang Sampai Meninggal: Tindak Pidana Lalu Lintas atau Masuk Kategori Pembunuhan?

law2

Kasus tabrakan yang mengakibatkan korban meninggal dunia kerap menimbulkan perdebatan hukum. Apakah perbuatan tersebut termasuk tindak pidana lalu lintas atau dapat dikualifikasikan sebagai pembunuhan? Pertanyaan ini penting karena perbedaan kategorinya akan memengaruhi pasal yang diterapkan, ancaman hukuman, serta persepsi keadilan di mata masyarakat.

Tindak Pidana Lalu Lintas dalam Hukum Indonesia

Tindak pidana lalu lintas diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 310 ayat (4) secara tegas menyebutkan bahwa pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta.

Dengan demikian, apabila kecelakaan terjadi karena kelalaian—misalnya pengemudi mengantuk, kurang hati-hati, atau melanggar rambu lalu lintas—maka kasus tersebut masuk ke ranah tindak pidana lalu lintas. Unsur pentingnya adalah tidak ada niat (dolus) untuk mencelakai korban.

Unsur Pembunuhan dalam KUHP

Berbeda halnya jika pengemudi dengan sengaja menabrak korban. Perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai pembunuhan sebagaimana diatur dalam KUHP terbaru, UU No. 1 Tahun 2023.

• Pasal 458 KUHP: Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

• Pasal 459 KUHP: Jika dilakukan dengan rencana terlebih dahulu (pembunuhan berencana), ancaman hukumannya penjara seumur hidup atau 20 tahun.

Dalam konteks ini, unsur kesengajaan (opzet) menjadi pembeda utama antara pembunuhan dengan tindak pidana lalu lintas.

Bagaimana Membuktikan Unsur Kesengajaan?

Pembuktian niat atau kesengajaan biasanya dilihat dari rangkaian perbuatan pelaku. Misalnya:

• Apakah pelaku menabrak korban setelah terjadi pertengkaran?

• Apakah kendaraan diarahkan secara sengaja untuk menabrak?

• Apakah ada rekayasa kecelakaan untuk menghilangkan nyawa korban?

Jika bukti menunjukkan adanya unsur kesengajaan, kasus tidak lagi dianggap kecelakaan lalu lintas, melainkan pembunuhan.

Praktik Peradilan di Indonesia

Dalam praktiknya, banyak kasus tabrakan maut yang awalnya diproses sebagai kecelakaan lalu lintas, namun kemudian berubah menjadi kasus pembunuhan setelah ditemukan bukti adanya niat. Sebaliknya, ada juga perkara yang murni dianggap kelalaian meskipun akibatnya fatal.

Misalnya, jika pengemudi mabuk lalu menabrak korban hingga meninggal, meski tidak ada niat langsung, unsur kelalaiannya begitu besar sehingga ancaman hukumannya lebih berat. Hal ini sesuai Pasal 311 UU LLAJ yang memberikan ancaman pidana hingga 12 tahun jika pengemudi dengan sengaja menimbulkan kecelakaan berakibat fatal.

Perbedaan antara tindak pidana lalu lintas dan pembunuhan dalam kasus tabrakan maut terletak pada unsur kesengajaan. Jika kematian terjadi akibat kelalaian, maka masuk kategori tindak pidana lalu lintas. Namun, jika terbukti ada niat untuk mencelakai, perbuatan itu dapat digolongkan sebagai pembunuhan dengan ancaman hukuman yang jauh lebih berat. Pemahaman ini penting agar penegakan hukum dapat berjalan adil, baik bagi korban maupun pelaku.

Artikel Terkait

Rekomendasi