Mantan Panitera PN Jaktim Didakwa Terima Suap Rp 1 Miliar Terkait Eksekusi Lahan

Author Photoportalhukumid
21 Nov 2024
Mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rina Pertiwi (Mulia Budi/detikcom).
Mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rina Pertiwi (Mulia Budi/detikcom).

Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rina Pertiwi, didakwa menerima suap sebesar Rp 1 miliar dalam proses eksekusi lahan yang melibatkan salah satu perusahaan BUMN. Jaksa menyatakan Rina menerima bagian sebesar Rp 797 juta dari total suap tersebut, yang diberikan baik secara tunai maupun melalui transfer.

Menurut surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (21/11/2024), Rina dituduh menerima suap untuk mempermudah pelaksanaan eksekusi atas putusan peninjauan kembali (PK) dalam perkara gugatan perdata ahli waris pemilik lahan di Jalan Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur. Gugatan tersebut berakhir dengan putusan yang menghukum perusahaan BUMN terkait untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar.

Ahli waris memberikan kuasa kepada seorang bernama Ali Sofyan, yang kemudian meminta bantuan pihak lain, termasuk Johanes dan Sareh Wiyono, untuk mengurus eksekusi putusan. Ali mengajukan surat permohonan eksekusi melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Jaktim pada Februari 2020 setelah terlebih dahulu berkomunikasi dengan Rina, yang saat itu menjabat sebagai panitera. Surat tersebut diteruskan ke Ketua PN Jaktim dan didisposisi kepada Rina untuk diproses.

Rina diketahui membuat resume permohonan eksekusi yang menyatakan bahwa aset badan milik negara tidak dapat disita langsung, melainkan harus dianggarkan dalam DIPA tahun berjalan atau berikutnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Namun, jaksa mengungkapkan bahwa Rina mengabaikan ketentuan tersebut dan tetap melaksanakan penyitaan atas rekening perusahaan BUMN dengan nominal Rp 244,6 miliar.

Jaksa menjelaskan bahwa dari total suap Rp 1 miliar, sebesar Rp 797 juta diterima langsung oleh Rina, sementara sisanya, yaitu Rp 202,5 juta, diberikan kepada Dede Rahmana sebagai bagian dari transaksi suap tersebut.

Dalam persidangan, jaksa menekankan bahwa tindakan Rina bertentangan dengan kewajibannya sebagai pejabat pengadilan dan melanggar hukum. Rina didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 12B atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan pelanggaran serius dalam pengelolaan keadilan di tingkat pengadilan, terlebih dengan nominal yang sangat besar serta keterlibatan pejabat pengadilan. Selain itu, kasus ini juga menunjukkan potensi lemahnya pengawasan dalam proses eksekusi putusan yang menyangkut kepentingan negara dan masyarakat luas.

Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-7649659/eks-panitera-pn-jaktim-didakwa-terima-suap-rp-1-m-di-kasus-eksekusi-lahan

Artikel Terkait

Rekomendasi