Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia sepenuhnya mendukung jalannya proses hukum terhadap tiga hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diduga terlibat dalam kasus suap untuk memberikan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur. Sekretaris MA, Sugiyanto, mengungkapkan rasa keprihatinannya atas kejadian ini, terutama di saat pemerintah terus berupaya memperbaiki kesejahteraan hakim di seluruh Indonesia.
Dalam pernyataannya di Manokwari pada hari Senin, Sugiyanto menyatakan bahwa MA akan mendukung segala proses hukum yang diambil terhadap para hakim yang diduga melanggar hukum. “Kami di MA akan mendukung penuh proses hukum terhadap mereka yang diduga melakukan tindak pidana,” ujarnya. Sugiyanto juga menggarisbawahi bahwa langkah-langkah perbaikan kesejahteraan yang diinisiasi pemerintah, antara lain melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2024 yang mengubah beberapa ketentuan dalam PP Nomor 94 Tahun 2012 terkait hak keuangan dan fasilitas bagi hakim, seharusnya menjadi dorongan positif bagi integritas para hakim di bawah naungan Mahkamah Agung.
Kasus ini mencuat setelah pada Rabu (23/10/2024), Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim PN Surabaya, yang berinisial ED, HH, dan M, sebagai tersangka atas dugaan penerimaan suap atau gratifikasi terkait pembebasan Ronald Tannur dari dakwaan kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afriyanti. Selain ketiga hakim, pengacara Ronald Tannur berinisial LR juga ditetapkan sebagai tersangka sebagai pemberi suap.
Putusan vonis bebas tersebut memicu reaksi keras dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang langsung mengajukan kasasi. Pihak keluarga Dini Sera juga melaporkan tindakan majelis hakim PN Surabaya tersebut ke Komisi Yudisial (KY), yang kemudian pada Senin (26/8/2024) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada ketiga hakim tersebut. Namun, sanksi tersebut masih menunggu tindak lanjut melalui sidang etik yang akan digelar oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
Di lain pihak, upaya kasasi atas putusan bebas untuk Ronald Tannur diputuskan pada Selasa (22/10), di mana majelis hakim kasasi memutuskan untuk membatalkan vonis bebas tersebut dan menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun kepada Ronald Tannur. Ronald, yang merupakan putra dari anggota DPR yang kini nonaktif, Edward Tannur, akhirnya dinyatakan bersalah atas kasus pembunuhan ini.
Dengan langkah yang diambil Mahkamah Agung dan pemerintah, Sugiyanto menekankan pentingnya komitmen dalam menjaga integritas lembaga peradilan. Dukungan penuh MA dalam proses hukum terhadap hakim yang melanggar hukum diharapkan dapat menjadi sinyal tegas terhadap penegakan disiplin dan keadilan di lingkungan peradilan.