Nama : Widya Andriani Harahap
Nim : 0204202104
Asal : UINSU
Dosen Pengampu : Indana Zulfah, M.H
Belakangan ini publik ramai memperbincangkan kasus antara Lisa Mariana, seorang selebgram, dengan Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat. Kasus ini bermula dari pernyataan Lisa di media sosial yang mengaku memiliki hubungan pribadi dengan Ridwan Kamil dan menyebut anaknya merupakan hasil dari hubungan tersebut.
Pernyataan itu cepat menyebar dan menimbulkan sorotan publik yang besar. Namun, setelah dilakukan tes DNA oleh kepolisian, hasilnya menunjukkan bahwa anak yang dimaksud bukan anak biologis Ridwan Kamil. Dari sini, kasus pun berkembang menjadi dugaan pencemaran nama baik.
Perbuatan Lisa Mariana dinilai memenuhi unsur pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyebut:
“Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Dalam kasus ini, Lisa secara sengaja menyebarkan tuduhan, dilakukan secara terbuka melalui media sosial, dan terbukti tidak benar berdasarkan hasil tes DNA. Maka, unsur pencemaran nama baik terpenuhi.
Selain itu, karena dilakukan melalui media digital, tindakan ini juga dapat dikaitkan dengan Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang melarang penyebaran konten elektronik bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik.
Dari Sisi Hukum Perdata:
Walau kasus ini diproses secara pidana, secara hukum perdata perbuatan Lisa juga bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi:
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan menyebabkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pelakunya untuk mengganti kerugian tersebut.”
Dalam konteks ini, Lisa dianggap telah melakukan tindakan yang menimbulkan kerugian immateriil kepada Ridwan Kamil, seperti rusaknya nama baik, reputasi, serta tekanan sosial akibat tuduhan yang tidak benar.
Artinya, selain proses pidana, Ridwan Kamil secara hukum juga memiliki hak menggugat ganti rugi secara perdata atas dasar Pasal 1365 KUHPerdata.
Menurut saya, kasus ini menunjukkan bahwa kebebasan berbicara di media sosial memiliki batas hukum.Pernyataan tanpa bukti yang merugikan orang lain bukanlah bentuk ekspresi, melainkan pelanggaran terhadap kehormatan pribadi.Langkah hukum yang diambil Ridwan Kamil sudah tepat sebagai bentuk perlindungan atas nama baik dan kehormatan.
Pelajaran penting dari kasus ini: kebebasan berpendapat harus diiringi dengan kehati-hatian dan tanggung jawab hukum.
Sumber : Kompas.com













