Indonesia akan segera memasuki babak baru dalam sistem hukum pidana nasional. Pemerintah menetapkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, akan resmi berlaku mulai 2 Januari 2026. Pemberlakuan ini menjadi tonggak sejarah penting karena menandai berakhirnya masa penggunaan KUHP peninggalan kolonial Belanda yang telah berlaku sejak tahun 1918.
Selama lebih dari satu abad, Indonesia menggunakan Wetboek van Strafrecht (WvS) yang diwariskan pemerintah Hindia Belanda. Meskipun telah beberapa kali mengalami perubahan terbatas, secara prinsip hukum pidana yang berlaku masih mencerminkan nilai-nilai dan paradigma kolonial. Melalui KUHP baru ini, pemerintah berupaya melakukan dekolonialisasi hukum pidana, sekaligus menyesuaikan sistem hukum nasional dengan nilai-nilai Pancasila, hak asasi manusia, dan dinamika sosial masyarakat Indonesia masa kini.
Landasan Reformasi Hukum Pidana
KUHP baru lahir dari proses panjang pembahasan yang memakan waktu puluhan tahun. Rancangannya telah dibahas sejak masa pemerintahan awal Republik dan mengalami penyempurnaan berulang hingga akhirnya disahkan pada akhir tahun 2022. Pemerintah menetapkan masa transisi tiga tahun sebelum berlaku penuh, guna memberi waktu bagi seluruh elemen penegak hukum, lembaga negara, dan masyarakat untuk beradaptasi terhadap ketentuan-ketentuan baru yang diatur di dalamnya.
KUHP baru dirancang untuk menggantikan sistem hukum pidana kolonial yang cenderung represif, dan mengedepankan pendekatan restoratif serta nilai keadilan sosial. Di dalamnya terkandung semangat humanisasi hukum, yang menekankan keseimbangan antara kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Prinsip ini diharapkan dapat menggeser paradigma lama yang hanya menitikberatkan pada pembalasan (retributive justice) menuju pemulihan (restorative justice).
Perubahan Substansial dalam KUHP Baru
Terdapat sejumlah perubahan mendasar yang membedakan KUHP baru dengan versi sebelumnya. Pertama, penghapusan pembagian antara kejahatan dan pelanggaran. Dalam sistem baru, semua perbuatan yang diancam pidana disebut tindak pidana, sehingga menghindari tumpang tindih dalam penegakan hukum.
Kedua, KUHP baru memperluas jenis pidana yang dapat dijatuhkan hakim. Selain pidana penjara dan denda, terdapat bentuk pidana alternatif seperti kerja sosial, pidana pengawasan, dan pidana bersyarat. Mekanisme ini memberikan ruang bagi pengadilan untuk menjatuhkan sanksi yang lebih proporsional, sesuai dengan karakter pelaku dan dampak perbuatannya.
Ketiga, terdapat pengakuan terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Artinya, norma-norma adat atau hukum tidak tertulis yang diakui dan dijalankan di suatu daerah dapat dijadikan dasar hukum sepanjang tidak bertentangan dengan konstitusi dan hak asasi manusia. Ketentuan ini mengukuhkan keberagaman sistem hukum yang menjadi ciri khas Indonesia sebagai negara pluralistik.
Selain itu, KUHP baru juga melakukan kodifikasi terhadap berbagai tindak pidana yang sebelumnya tersebar di luar KUHP, seperti tindak pidana terhadap ideologi negara, lingkungan hidup, dan kejahatan terhadap moral publik. Dengan adanya konsolidasi ini, diharapkan sistem hukum pidana menjadi lebih teratur, sederhana, dan mudah diterapkan.
Masa Transisi dan Persiapan Implementasi
Sejak disahkannya KUHP baru, pemerintah telah mempersiapkan berbagai langkah strategis untuk memastikan pemberlakuannya berjalan efektif pada tahun 2026. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bersama lembaga penegak hukum lain tengah melakukan sosialisasi intensif di seluruh daerah, melibatkan aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta lembaga pemasyarakatan.
Selain sosialisasi, pemerintah juga sedang menyusun aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang akan menjadi panduan teknis pelaksanaan pasal-pasal dalam KUHP baru. Lembaga pendidikan hukum dan pusat pelatihan penegak hukum juga mulai menyesuaikan kurikulum dan modul pelatihan agar para aparat memahami filosofi dan pendekatan baru dalam hukum pidana nasional.
Institusi pemasyarakatan turut melakukan penyesuaian sistem pembinaan bagi narapidana sesuai dengan model pemidanaan alternatif yang diatur dalam KUHP baru. Program pembimbingan masyarakat (Bapas) akan diperkuat untuk mendukung penerapan pidana bersyarat dan kerja sosial, sebagai bentuk nyata dari upaya menekan angka kepadatan lapas yang selama ini menjadi persoalan nasional.
Tantangan dan Harapan
Meski disambut positif, penerapan KUHP baru juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kesiapan aparat penegak hukum untuk memahami dan menerapkan norma-norma baru secara konsisten. Diperlukan pelatihan dan pengawasan berkelanjutan agar penerapan tidak menimbulkan multitafsir di lapangan.
Selain itu, perlu dilakukan penyesuaian terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar selaras dengan semangat reformasi dalam KUHP baru. Tanpa harmonisasi antara hukum materiil dan hukum formil, pelaksanaan KUHP dikhawatirkan tidak akan berjalan optimal.
Tantangan lainnya adalah memastikan bahwa keberadaan “hukum yang hidup dalam masyarakat” tidak disalahgunakan untuk melegitimasi praktik diskriminatif atau bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Pemerintah menekankan bahwa pengakuan terhadap hukum adat harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat dan tetap berpijak pada nilai-nilai konstitusional.
Meski demikian, berbagai kalangan menilai pemberlakuan KUHP baru merupakan langkah bersejarah menuju kemandirian hukum nasional. Ini adalah bentuk nyata dekolonialisasi hukum, yang menegaskan bahwa sistem pidana Indonesia kini dibangun berdasarkan nilai, budaya, dan kebutuhan masyarakat sendiri, bukan lagi berlandaskan warisan kolonial.
Momentum Menuju Hukum yang Berkeadilan
Pemberlakuan KUHP Nasional Tahun 2026 menjadi momentum penting untuk memperkuat sistem hukum yang modern, inklusif, dan berkeadilan. Reformasi ini diharapkan mampu menjawab tuntutan zaman, termasuk perlindungan terhadap korban, pencegahan kejahatan, serta penegakan hukum yang menghormati martabat manusia.
Dengan diterapkannya KUHP baru, Indonesia menegaskan komitmennya untuk membangun sistem hukum yang tidak hanya menjatuhkan hukuman, tetapi juga memulihkan keseimbangan sosial dan moral masyarakat. Semangat keadilan sosial sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila menjadi jiwa dari setiap pasal dalam KUHP nasional yang baru ini.
Tahun 2026 akan menjadi penanda berakhirnya era hukum kolonial dan dimulainya era baru hukum pidana Indonesia — sebuah sistem hukum yang lahir dari tanah sendiri, berpijak pada nilai-nilai bangsa, dan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, beradab, serta berkeadilan.
Berfokus pada penyediaan informasi terkini dan komprehensif mengenai berbagai isu hukum, regulasi, dan kebijakan di Indonesia.
Portal Hukum














