Keluarga Korban Minta Kejelasan Kelanjutan Proses Hukum Tersangka Penganiayaan Taruna STIP

Author Photoportalhukumid
23 Oct 2024
penganiaya

Keluarga Putu Satria Ananta Rustika (19), korban penganiayaan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara, mempertanyakan perkembangan proses hukum terhadap tersangka berinisial W. Wayan Widiartini, tante Putu, mengungkapkan kekhawatirannya setelah mengetahui bahwa W tidak ikut disidangkan bersama tiga tersangka lainnya, yaitu Tegar Rafi Sanjaya, I Kadek, dan Farhan Abubakar, meskipun sebelumnya W juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.

Dalam pernyataannya pada Selasa (22/10/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wayan menjelaskan bahwa menurut informasi yang diterimanya, berkas perkara W sempat dikembalikan oleh kejaksaan kepada penyidik Polres Metro Jakarta Utara karena dianggap tidak lengkap. Hal ini menyebabkan W tidak bisa dijadikan tersangka secara sah dan masa penahanannya telah berakhir, sehingga ia akhirnya dibebaskan. “Kejaksaan mengatakan bahwa satu orang ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan tersangka,” ujar Wayan.

Wayan juga menyatakan bahwa pihak Polres Metro Jakarta Utara sebelumnya telah menyerahkan empat berkas perkara ke kejaksaan, yaitu atas nama Tegar Rafi Sanjaya, I Kadek, Farhan Abubakar, dan W. Namun, karena berkas perkara W dinilai tidak memenuhi kelengkapan syarat, hanya tiga tersangka yang kemudian diproses lebih lanjut di pengadilan.

Menurut penjelasan Wayan, peran W dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Putu sudah sempat dijelaskan oleh mantan Kepala Polres Metro Jakarta Utara, Kombes (Pol) Gidion Arif Setyawan. Dalam sebuah konferensi pers pada Kamis (8/4/2024), Gidion mengungkapkan bahwa hasil penyidikan dan gelar perkara menunjukkan bahwa W bersama dua tersangka lainnya, Farhan dan I Kadek, terlibat dalam tindakan kekerasan yang mengakibatkan Putu tewas. W juga disebut memiliki peran aktif dalam penganiayaan yang terjadi di STIP tersebut.

Gidion menjelaskan bahwa para tersangka terbukti berperan dalam memfasilitasi dan turut melakukan kekerasan terhadap Putu, dengan Farhan bertindak sebagai orang yang memanggil Putu dan rekan-rekannya menuju lokasi penganiayaan, yakni toilet di lantai dua. Farhan juga bertugas mengawasi selama kekerasan terjadi, sementara W diduga turut serta dalam tindakan tersebut.

Keluarga Putu kini merasa bingung dan kecewa karena meskipun ada bukti keterlibatan W, proses hukum terhadapnya tidak dilanjutkan. Mereka berharap agar kasus ini dapat diusut secara tuntas, dan semua pihak yang bertanggung jawab atas kematian Putu dapat diadili sesuai hukum yang berlaku.

Keluarga Putu Satria Ananta Rustika, korban penganiayaan yang terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara, terus mempertanyakan perkembangan hukum terkait W, salah satu tersangka dalam kasus tersebut. W yang ikut terlibat dalam penganiayaan, awalnya menyerang Putu secara verbal dengan mengatakan, “Jangan malu-maluin, kasih paham,” sebelum akhirnya Tegar, salah satu pelaku utama, memukul Putu di bagian ulu hati beberapa kali hingga Putu tewas.

Dalam sidang kedua yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, kuasa hukum Tegar, Mulyadi, menyampaikan eksepsi atau bantahan terhadap dakwaan jaksa. Ia menegaskan bahwa bukan hanya kliennya yang harus bertanggung jawab atas kematian Putu, melainkan semua pelaku yang terlibat dalam kejadian tersebut. Mulyadi menekankan bahwa semua pihak yang berada di lokasi kejadian seharusnya juga diadili, termasuk W dan I Kadek yang memprovokasi Tegar untuk memukul Putu. Selain itu, Mulyadi mendesak agar pihak STIP turut bertanggung jawab karena kasus perundungan yang berujung kematian di kampus ini bukanlah yang pertama kali terjadi.

Sidang yang seharusnya menghadirkan ketiga tersangka, Tegar, Farhan Abubakar, dan I Kadek, pada hari yang sama, terpaksa ditunda karena hanya Tegar yang disidangkan. Kejadian ini membuat ibu korban, Ni Nengah Rusmini, merasa kecewa. Ia berharap ketiga terdakwa bisa dihadirkan sekaligus sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Sidang kemudian ditunda hingga Kamis, 24 Oktober 2024, untuk memberi waktu kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjawab eksepsi dari kuasa hukum Tegar.

Di luar persidangan, kuasa hukum Tegar sempat mencoba mendekati Rusmini untuk menyampaikan permintaan maaf dari kliennya. Mulyadi juga menawarkan untuk memfasilitasi pertemuan agar Tegar dapat meminta maaf langsung kepada Rusmini. Namun, Rusmini menolak permintaan tersebut dan belum membuka pintu maaf bagi para pelaku. Bahkan, meski Tegar sempat menundukkan kepala sebagai tanda penyesalan di depan Rusmini, ia tetap tidak merespons dan mengungkapkan rasa kecewanya. “Sebagai seorang ibu, saya benar-benar tidak bisa menerima ini. Saya tidak respect,” ujarnya.

Kasus tragis ini berawal ketika Tegar dan tiga temannya merasa bahwa Putu kurang sopan karena masuk ke dalam kelas dengan mengenakan pakaian olahraga. Farhan Abubakar, salah satu pelaku, kemudian memanggil Putu dan menggiringnya ke toilet di lantai dua. Di tempat itu, Farhan bertindak sebagai pengawas sementara W dan I Kadek memprovokasi Tegar untuk melakukan kekerasan terhadap Putu. Provokasi tersebut membuat Tegar memukul Putu lima kali di bagian ulu hatinya hingga Putu terjatuh dan lemas.

Tegar yang panik kemudian berusaha menolong Putu dengan menarik lidahnya, namun tindakan ini justru memperparah keadaan. Putu akhirnya tewas karena saluran pernapasannya tersumbat akibat tindakan tersebut. Peristiwa ini menambah panjang daftar kasus kekerasan di STIP yang telah berulang kali terjadi, dan keluarga Putu terus berharap agar semua pihak yang terlibat dalam kejadian ini diadili sesuai hukum yang berlaku.

Sumber:
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/10/23/10020061/keluarga-korban-pertanyakan-kelanjutan-proses-hukum-1-tersangka-kasus?page=3

Artikel Terkait

Rekomendasi