JPU Menolak Eksepsi Penasihat Hukum dalam Sidang Lanjutan Kasus Guru Honorer Supriyani

Author Photoportalhukumid
28 Oct 2024
newsCover_2024_10_24_1729759584681-46o9b

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum Supriyani, guru honorer dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, dalam sidang lanjutan kasus dugaan penganiayaan di Pengadilan Negeri Andoolo pada hari Senin. Ujang Sutisna, yang juga menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, mengungkapkan bahwa penolakan tersebut terkait dengan permintaan yang dibacakan oleh penasihat hukum Supriyani dalam persidangan.

Menurut Ujang, eksepsi yang diajukan mengandung beberapa poin yang dianggap tidak relevan dengan substansi materi perkara. “Secara umum, kami menolak eksepsi yang disampaikan oleh penasihat hukum karena banyak poin yang tidak berhubungan dengan pokok materi perkara,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa sejumlah poin dalam eksepsi tersebut tidak memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Pasal 156 KUHP, yang telah dibacakan di persidangan sebelumnya.

Ujang juga menyatakan bahwa kesepakatan telah dicapai antara pihak JPU dan penasihat hukum untuk melanjutkan sidang ke pokok materi perkara. Ia menunjukkan kekecewaannya terhadap tindakan penasihat hukum yang mengajukan eksepsi pada sidang pertama, namun pada saat pembacaan eksepsi, mereka justru meminta untuk melanjutkan ke tahap pokok materi. “Kami merasa aneh, jika mereka ingin melanjutkan ke pokok perkara, mengapa tidak mengajukan itu sejak awal?” ujarnya.

Di sisi lain, penasihat hukum Supriyani, Andre Darmawan, mengemukakan bahwa secara formal, perkara ini melanggar undang-undang sistem peradilan anak, karena terdapat banyak prosedur yang tidak diikuti. Ia menyebutkan, misalnya, tidak ada permintaan kepada pekerja sosial untuk memberikan pendampingan, serta pembimbing kemasyarakatan yang juga tidak dilibatkan dalam proses ini. “Hal-hal ini jelas menunjukkan pelanggaran yang harus diperhatikan,” ungkap Andre.

Andre juga mencatat adanya pelanggaran kode etik dalam kasus ini, termasuk benturan kepentingan karena penyidik dan pelapor merupakan rekan satu kantor di Kepolisian Sektor (Polsek) Baito. Ia menambahkan bahwa terdapat indikasi pemaksaan terhadap Supriyani untuk mengakui tuduhan yang tidak dilakukannya, dan bahkan ada permintaan uang sebesar Rp50 juta terkait kasus ini. “Semua pelanggaran prosedural ini sangat mengkhawatirkan,” tegasnya.

Dalam sidang tersebut, Andre dan tim penasihat hukum meminta majelis hakim untuk menolak keberatan yang diajukan, agar persidangan bisa dilanjutkan ke pokok perkara. Ia menjelaskan bahwa meskipun mereka mengajukan keberatan, tujuan mereka adalah untuk membuktikan bahwa Supriyani tidak bersalah dan telah menjadi korban kriminalisasi. “Kami ingin agar oknum-oknum yang telah menyebabkan Supriyani menjadi tersangka dan ditahan dapat dimintai pertanggungjawaban, baik secara administratif maupun pidana,” tutup Andre.

Dengan berbagai argumen yang diajukan oleh penasihat hukum, jelas bahwa persidangan ini mengandung banyak dinamika hukum yang kompleks, dan pengaruh dari prosedur yang tidak tepat dapat berpotensi merugikan hak-hak Supriyani sebagai terdakwa. Seiring berjalannya sidang, masyarakat pun menantikan keadilan yang seharusnya dihadirkan dalam proses hukum ini.

Sumber:
https://sultra.antaranews.com/berita/476961/jpu-tolak-eksepsi-penasihat-hukum-pada-sidang-lanjutan-guru-honorer-supriyani

Artikel Terkait

Rekomendasi