Mahkamah Agung (MA) telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Rektor Universitas Udayana Bali, Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara. Penolakan ini didasarkan pada fakta bahwa terdakwa, I Nyoman, telah meninggal dunia, yang menyebabkan jaksa tidak memiliki hak untuk melanjutkan proses penuntutan.
Sebelumnya, I Nyoman telah divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Denpasar dalam kasus yang menyangkut dugaan korupsi terkait sumbangan mahasiswa baru atau Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Dalam amar putusannya, MA menyatakan bahwa hak Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan terhadap terdakwa telah gugur akibat kematian terdakwa. Informasi ini disampaikan melalui laman resmi Kepaniteraan Mahkamah Agung pada Kamis, 17 Oktober.
Perkara yang diputuskan dengan nomor 5577 K/Pid.Sus/2024 ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Surya Jaya, dengan anggota hakim Arizon Mega Jaya dan Jupriyadi, serta Panitera Pengganti Muliyawan. Putusan tersebut dibacakan pada Rabu, 2 Oktober 2024, setelah kasasi diajukan pada Selasa, 6 Agustus 2024. I Nyoman menghembuskan napas terakhir pada Kamis, 8 Agustus 2024, sekitar pukul 07.00 WITA, setelah menghadapi tuduhan serius mengenai korupsi yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp109,33 miliar.
Dalam perjalanan hukum yang penuh liku ini, I Nyoman dituduh melakukan tindak pidana korupsi terkait dana sumbangan pengembangan institusi. Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor sebelumnya menilai bahwa bukti yang diajukan tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan adanya keputusan MA ini, situasi hukum yang dihadapi oleh I Nyoman ditutup secara resmi, mengingat statusnya sebagai terdakwa tidak dapat dilanjutkan pasca kepergiannya.
Kasus ini menggarisbawahi tantangan dalam sistem peradilan, di mana kematian terdakwa dapat mempengaruhi kelanjutan proses hukum. Selain itu, penolakan kasasi oleh MA juga menunjukkan pentingnya kejelasan dalam hukum mengenai hak-hak penuntutan dan batasan yang ditetapkan ketika berhadapan dengan kasus-kasus kriminal yang melibatkan individu yang telah meninggal dunia. Hal ini menjadi bahan refleksi mengenai penerapan hukum dan perlunya peraturan yang lebih rinci dalam menangani situasi serupa di masa mendatang.