Cyberstalking, sebuah bentuk kejahatan siber yang melibatkan pemantauan dan pelecehan berkelanjutan terhadap korban melalui media digital, telah menjadi fenomena yang semakin marak di Indonesia. Cyberstalking biasanya dimulai dengan pengumpulan informasi yang rinci tentang korban, yang sering dilakukan melalui pemantauan di internet. Selain itu, aktivitas ini juga bisa memicu kejahatan lainnya, seperti peretasan, perundungan siber, hingga tindakan ekstrem seperti penculikan atau pemerkosaan.
Seiring dengan kemajuanteknologi dan internet, cyberstalking telah berkembangmenjadi masalah yang semakin serius. Cyberstalking dapat mengancam privasi dan keselamatan korban, terutama anak-anak dan remaja, dengan berbagai bentuk ancaman seperti doxing, revenge porn, dan intimidasi. Dalam konteks ini, pelaku dapat melakukan berbagai tindakan, seperti mengirim pesan atau panggilan tanpa henti, mengawasi pergerakan korban, atau menyebarluaskaninformasi pribadi korban.
Ancaman ini tidak hanyamengganggu privasi korban tetapi juga menciptakanketakutan yang mendalam. Bahaya lain dari cyberstalking diantaranya :
1. Dampak Psikologis: Cyberstalking sering kali menimbulkan tekanan emosional yang signifikan pada korban. Korban biasanya merasa cemas, takut, dan kehilangan rasa aman, bahkan saat berada di lingkungan yang sebenarnya aman. Sensasi seolah diawasi terus-menerus dapat memicu gangguan seperti kecemasan, depresi, hingga stres pascatrauma (PTSD). Selain itu, beberapa korban mengalami masalah tidur, mimpi buruk, atau mengembangkan fobia sosial akibat tekanan tersebut.
2.
Kerusakan Reputasi: Reputasi korban sering menjadi sasaran cyberstalking melalui penyebaran informasi pribadi atau fitnah oleh pelaku. Tindakan ini dapat menyebabkan nama baik korban tercemar di lingkup sosial, baik di kalangan teman, keluarga, maupun rekan kerja.
3. Kehilangan Rasa Aman: Ketakutan akan ancaman yang mungkin diwujudkan di dunia nyata sering membuat korban merasa tidak aman, meskipun secara fisik mereka berada dalam situasi yang terlindungi. Perasaan rentan ini dapat sangat mengganggu keseharian korban, hingga mendorong beberapa dari mereka untuk mengisolasi diri demi menghindari potensi bahaya.
4. Gangguan Hubungan Sosial: Tekanan emosional yang terus dirasakan korban cyberstalking sering membuat mereka menarik diri dari lingkungan sosial. Rasa malu akibat situasi yang dialami atau kekhawatiran terhadap reaksi pelaku membuat mereka merasa enggan untuk berinteraksi dengan keluarga maupun teman.
5. Dampak pada Karier dan Produktivitas: Selain aspek emosional, cyberstalking juga memengaruhi kehidupan profesional korban. Kesulitan berkonsentrasi dalam pekerjaan atau pendidikan menjadi hal yang umum dialami, sehingga produktivitas mereka menurun. Dalam beberapa kasus, korban bahkan memilih untuk berhenti dari pekerjaan atau mencari tempat kerja baru demi menghindari tekanan dari pelaku.
Data dari Puslitbang Kominfo tahun 2023 menunjukkan peningkatan signifikan kasus cyberstalking, dengan lebih dari10.000 kasus dilaporkan dalam setahun terakhir. Kasus cyberstalking tak jarang berujung pada trauma psikologis yang mendalam bagi korban, seperti kecemasan, depresi, dan bahkan rasa takut untuk hidup normal. Dampak negatif cyberstalking tak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga dapat mengganggu kehidupan keluarga dan orang-orang terdekatnya.
Pelaku Cyberstalking dapat dikenai beberapa Pasal dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik diantaranya :
1. Pasal 27b Ayat 1 yang berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan informasi elektronik dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk memberikan barang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.” Pelaku yang melanggar pasal ini dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 1 (satu)Miliar.
2. Pasal 29 yang berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronikdan/atau dokumen elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti”. dan Pasal 45B yang dimana dijelaskan bahwa pelaku dalam pasal 29 dapat dikenai hukuman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) karena telah memenuhi salah satu unsur dari tindakan cyberstalking, yaitu threathening (ancaman).
3. Pasal 35 ayat (1) jo. Pasal 51 ayat (1) UU ITE tahun 2008 yang berbunyi : “Setiap orang yang melakukan penciptaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik agar dianggap seolah-olah data yang otentik diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak dua belas miliar rupiah.”
Kemudian pelaku cyberstalking dapat dijerat pula dengan Pasal-Pasal yang ada didalam KUHP, diantaranya :
1. Pasal 335 KUHP mengatur tindakan pemaksaan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan ancaman hukuman berupa penjara maksimal 1 tahun atau pembayaran denda.
2. Pasal 368 KUHP mengatur tentang tindak pemerasandisertai kekerasan, di mana pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 9 tahun.
Selain akibat hukum secara pidana, pelaku cyberstalkingdapat juga dimintai ganti rugi karena telah melakukan perbuatan melanggar hukum yang menyebabkan kerugian pada orang lain sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pasal 1365 Kitab Udang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Walaupun sudah terdapat beberapa aturan yang mengatur terkiat cyberstalking, namun hal ini masih belum cukup,mengingat didalam Pasal-Pasal yang te;ah disebutkan diatas, cyberstalking tidak dijelaskan secara gamblang sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Ketidakcukupan aturan hukum menjadi salah satu hambatan utama dalam menangani cyberstalking. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 yang menjadi acuan utama dalam menangani kasus cybercrime di Indonesia dianggap belum cukup komprehensif untuk menjerat pelaku cyberstalking.
Pada tahun 2024, pemerintah telah mengesahkan UU ITE Nomor 1 Tahun 2024 yang diharapkan mampu mengatasi kelemahan UU ITE sebelumnya. UU baru ini memuat beberapa perubahan signifikan, termasuk penambahan pasal-pasal baru terkait cyberstalking. Namun, penerapan UU ITE Nomor 1 Tahun2024 dalam menangani cyberstalking masih menyisakan pertanyaan tentang kepastian hukum terhadap korban cyberstalking.
Sumber :
https://www.penasihathukum.com/jerat-hukum-pelaku-cyberstalking
View of TINJAUAN CYBERSTALKING MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA
https://cyberhub.id/pengetahuan-dasar/apa-itu-cyberstalking