Akademisi UGM Soroti Ketidakberesan Hukum dalam Kasus Mardani H Maming

Author Photoportalhukumid
27 Oct 2024
Dr. Hendry Julian Noor, SH, MKn
Dr. Hendry Julian Noor, SH, MKn

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Hendry Julian Noor, SH, MKn, bersama tim hukum dari kampus tersebut, mengkritisi proses hukum yang sedang dijalani oleh Mardani H Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Menurut Hendry, sejumlah bukti yang disajikan oleh jaksa penuntut umum dinilai tidak cukup kuat untuk menunjukkan adanya unsur tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut. Salah satu aspek utama yang ia soroti adalah penggunaan Pasal 12 huruf b dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang ia anggap kurang tepat.

Sebagai pakar hukum administrasi negara, Hendry menyatakan bahwa tindakan Mardani sebagai kepala daerah masih berada dalam batas kewenangannya dan mengikuti prosedur yang berlaku. Dalam keterangannya, ia juga menyampaikan kekeliruan yang ia temukan dalam penanganan kasus ini, serta memberikan masukan sebagai ahli di bidangnya terkait hal-hal yang menurutnya tidak tepat dari pihak pengadilan dalam menjatuhkan vonis.

“Putusan ini memprihatinkan karena dapat membingungkan masyarakat dalam membedakan antara tindakan administratif dengan tindak pidana korupsi,” ujar Hendry dalam pernyataan resminya yang diterima pada Sabtu (26/10/2024). Ia menambahkan bahwa ada kecenderungan untuk memberikan tuduhan korupsi kepada pejabat publik tanpa mengkaji secara mendalam unsur-unsur pidananya.

Akademisi lain dari Fakultas Hukum UGM, Karina Dwi Nugrahati Putri, juga menyampaikan keprihatinannya atas proses hukum yang dijalani oleh Maming, terutama terkait prinsip dasar hukum, seperti asas praduga tidak bersalah. “Beban pembuktian dalam kasus ini tampak beralih kepada terdakwa, yang pada akhirnya harus membuktikan ketidakbersalahannya,” ungkap Karina. Ia melihat situasi ini sebagai dampak dari langkah agresif pemberantasan korupsi yang tidak diimbangi dengan sistem pengawasan yang adil dan memadai.

Karina menyebut bahwa upaya pemerintah untuk menindak tegas kasus korupsi perlu diperkuat dengan sistem penegakan hukum yang tetap memperhatikan aspek keadilan. Langkah yang terlalu fokus pada penindakan tanpa memerhatikan keakuratan bukti, menurutnya, dapat berpotensi pada kesalahan dalam proses penuntutan.

Sebelumnya, Maming dinyatakan bersalah atas dugaan penerimaan suap terkait izin usaha pertambangan. Namun, sejumlah pakar hukum dari berbagai universitas di Indonesia mempertanyakan landasan hukum yang digunakan dalam putusan tersebut. Tim Anotasi dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad), yang terdiri dari Dr. Sigid Suseno, SH, MHum; Dr. Somawijaya, SH, MH; Dr. Elis Rusmiati, SH, MH; dan Dr. Erika Magdalena Chandra, SH, MH, juga menyuarakan keprihatinan yang sama.

Selain itu, Dr. Mahrus Ali dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) mengungkapkan dalam kajiannya bahwa Maming tidak melanggar semua pasal yang dituduhkan oleh jaksa dan, oleh karena itu, seharusnya dibebaskan demi hukum dan keadilan.

Sumber:
https://news.republika.co.id/berita/slyawd458/akademisi-ugm-soroti-kejanggalan-hukum-dalam-kasus-mardani-h-maming

Artikel Terkait

Rekomendasi