Sidang terkait sengketa perjanjian alih muat batu bara antara PT IMC Pelita Logistik Tbk (IMC) dan PT Sentosa Laju Energy (SLE) telah mencapai tahap akhir di Pengadilan Negeri Batulicin. Pada Selasa (29/10/2024), majelis hakim dijadwalkan akan membacakan putusan terkait kasus ini, yang melibatkan Direktur Utama PT SLE, Tan Paulin, beserta sejumlah mantan direksi dan karyawan PT IMC.
Kuasa hukum terdakwa, Sabri Noor Herman, mendesak agar hakim berpegang pada fakta-fakta yang terungkap selama persidangan dalam menjatuhkan putusan. Sabri memperingatkan bahwa pihaknya akan menempuh jalur hukum lebih lanjut jika putusan dianggap tidak sesuai atau menyimpang dari bukti-bukti persidangan. “Kami tidak akan ragu untuk mencari keadilan melalui Komisi Yudisial (KY) atau mengajukan laporan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung, demi melindungi hak para pencari keadilan,” ujarnya pada Ahad (27/10/2024).
Dalam kasus ini, tiga terdakwa—disebutkan dengan inisial T, II, dan HT—dituduh melanggar Pasal 404 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur perbuatan memindahkan atau menggunakan barang milik sendiri atau pihak lain yang masih memiliki ikatan hak gadai atau hak pakai. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kalsel dan Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu menuntut hukuman satu tahun penjara bagi ketiga terdakwa. Selain itu, JPU juga meminta agar kapal FC Ben Glory yang disita dalam proses hukum diserahkan kepada negara untuk mengompensasi kerugian PT SLE.
Sabri menilai dakwaan ini tidak memiliki dasar hukum yang cukup dan tampak dipaksakan. Ia menyebut bahwa tidak ada bukti kuat yang mendukung klaim JPU berdasarkan Pasal 404 Ayat (1) KUHP. Dalam persidangan, Sabri menanyakan langsung kepada saksi pelapor, Tan Paulin, Direktur SLE, serta Denny Irianto, saudaranya dan Direktur Utama SLE, terkait keberadaan perjanjian selain kontrak jasa alih muat. Kedua saksi menjawab bahwa tidak ada perjanjian lain, yang menurut Sabri menguatkan kesimpulan bahwa dakwaan tersebut tidak memiliki dasar yang cukup kuat. “Dakwaan ini jelas terlihat dipaksakan,” ujar pengacara berpengalaman tersebut.
Sabri juga menyoroti aspek perampasan kapal FC Ben Glory, yang ia anggap sebagai aset sah milik PT IMC, bukan milik para terdakwa. Ia menyatakan bahwa perjanjian jasa alih muat batu bara adalah perjanjian untuk melakukan suatu tindakan, bukan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu. “Tidak ada bukti bahwa FC Ben Glory diperoleh dari tindak pidana, sehingga tidak ada dasar untuk merampasnya,” tegasnya.
Selain itu, Sabri menjelaskan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa PT SLE memiliki hak gadai, hak pakai, atau hak lainnya atas FC Ben Glory. Menurutnya, kapal tersebut merupakan milik sah PT IMC, dan para terdakwa hanya menjalankan peran mereka sebagai profesional dalam perusahaan. Sabri meminta agar majelis hakim membebaskan terdakwa dari semua dakwaan serta mengembalikan kapal kepada pemiliknya, PT IMC.
Di sisi lain, putusan dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) pada 20 September 2024 lalu memperkuat posisi PT IMC dalam sengketa ini. BANI memutuskan bahwa perjanjian jasa alih muat batu bara antara IMC dan SLE adalah sah dan mengikat kedua belah pihak. Selain itu, SLE dinyatakan melakukan wanprestasi dengan gagal memenuhi jadwal pengiriman sejak 7 Maret 2023 dan hingga perjanjian berakhir. BANI juga menginstruksikan SLE untuk membayar kerugian materiel kepada IMC sebesar Rp1,68 miliar, ditambah bunga moratorium sebesar Rp73 juta. Permohonan ganti rugi dan sita jaminan dari SLE pun ditolak.
Putusan BANI ini, menurut Sabri, menegaskan bahwa kasus ini adalah ranah perdata, bukan pidana, dan bahwa tindakan IMC tidak melanggar perjanjian apalagi melakukan tindak pidana. “Putusan arbitrase ini seharusnya menjadi acuan bahwa perkara ini memang perdata, bukan pidana,” kata Sabri, sembari mengimbau hakim untuk berhati-hati dalam memutus perkara.
Sabri menegaskan bahwa jika keputusan majelis hakim tidak memadai, pihaknya akan mengejar keadilan hingga ke Komisi Yudisial, mengajukan laporan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung, dan membawa kasus ini ke publik untuk menggalang perhatian lebih luas. “Kami akan viralkan dan akan membawa perkara ini ke Bawas Mahkamah Agung jika putusan tidak memenuhi rasa keadilan,” tandasnya.
Kontrak antara PT IMC Pelita Logistik Tbk dan PT Sentosa Laju Energy dimulai pada 1 September 2022 di Kalimantan Timur, dengan Tan Paulin yang dikenal sebagai “ratu batu bara” di Kaltim sebagai pimpinan SLE.