Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Arif Havas Oegroseno, memberikan tanggapan terkait disahkannya dua undang-undang Filipina yang menyebut Laut Sulawesi sebagai bagian dari jalur laut mereka. Filipina baru-baru ini mengesahkan Undang-Undang Zona Maritim dan Undang-Undang Alur Laut Kepulauan, yang memasukkan Laut Sulawesi sebagai salah satu jalur utama mereka. Menanggapi hal tersebut, Havas mengatakan Indonesia perlu melakukan kajian mendalam terhadap kedua peraturan ini sebelum mengambil langkah selanjutnya.
Menurut Havas, salah satu aspek penting yang perlu dicermati adalah prosedur penetapan alur laut, yang dalam kerangka Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), tidak dapat dilakukan secara sepihak. Proses tersebut harus melalui mekanisme yang ditetapkan oleh Organisasi Maritim Internasional (IMO) yang berpusat di London. Havas menjelaskan, Indonesia dalam menetapkan alur lautnya melakukan serangkaian pembicaraan dengan negara-negara yang memiliki kepentingan di wilayah tersebut, dilanjutkan dengan diskusi internal di Indonesia, dan akhirnya dibawa ke IMO untuk disetujui.
Havas juga menanggapi mengenai status Laut Sulawesi yang menjadi bagian dari alur laut Filipina. Menurutnya, jika Filipina memang ingin menjadikan Laut Sulawesi sebagai jalur laut mereka, hal tersebut tidak menjadi masalah, karena Laut Sulawesi memang berbatasan dengan Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Laut ini terletak di bagian barat Samudra Pasifik, dengan batasan wilayah yang jelas, yaitu Kepulauan Sulu dan Mindanao di Filipina, Sulawesi di Indonesia, dan Kalimantan di Malaysia.
Dalam penjelasannya, Havas merujuk pada peta yang menunjukkan jalur laut yang diusulkan oleh Filipina. Ia menyatakan bahwa jika dilihat lebih dekat, tidak ada batasan wilayah Indonesia yang dilanggar oleh penetapan jalur laut tersebut. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah pentingnya dialog antarnegara pengguna laut dalam menentukan alur laut, untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak merugikan pihak mana pun.
Filipina menjadi sorotan internasional setelah mengeluarkan kedua undang-undang tersebut, terutama karena dalam UU Zona Maritim, Filipina mengakui sebagian besar wilayah Kepulauan Spratly di Laut China Selatan sebagai bagian dari wilayah maritim mereka. Klaim ini berpotensi menambah ketegangan dengan negara-negara lain yang juga memiliki klaim atas wilayah tersebut, seperti China, Malaysia, Vietnam, dan Brunei. China sendiri sudah menyatakan kemarahannya atas keputusan Filipina dan mengancam akan mengambil tindakan yang diperlukan. Sementara itu, Malaysia berencana untuk mengajukan nota diplomatik terkait dengan masalah ini, yang mencakup klaim Filipina atas kawasan yang juga merupakan bagian dari negara bagian Sabah di Malaysia.