Konflik antara Trump dan Universitas Harvard semakin memanas setelah Trump mengancam mencabut alokasi dana federal dan status bebas pajak universitas bergengsi tersebut. Pemerintahan Trump menilai Harvard gagal memenuhi standar intelektual dan hak sipil yang menjadi syarat pendanaan pemerintah, serta menuding universitas tersebut mempromosikan agenda politik dan ideologis yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Amerika Serikat. 

Peristiwa ini dimulai pada April 2025 ketika Trump mengeluarkan serangkaian tuntutan kepada Harvard termasuk reformasi dalam kebijakan penerimaan mahasiswa, praktik perekrutan, dan pengawasan aktivitas organisasi mahasiswa yang dianggap mendukung aktivisme berlebihan dan anti-Semitisme. Harvard menolak tuntutan ini dengan tegas, menegaskan bahwa pemerintah tidak berhak mengatur kebijakan internal universitas yang merupakan institusi swasta dan independen. 

Sebagai respons atas penolakan tersebut, pemerintahan Trump membekukan lebih dari $2,3 miliar dana hibah dan kontrak yang biasanya mengalir ke Harvard. Selain itu, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengancam akan mencabut visa mahasiswa asing Harvard jika universitas tidak mematuhi permintaan pemerintah, yang dapat mengganggu keberadaan sekitar 27% mahasiswa internasional di kampus tersebut. 

Presiden Harvard, Alan Garber menegaskan bahwa universitas tidak akan menyerahkan kemerdekaannya atau hak konstitusionalnya kepada pemerintah. Dalam pernyataannya, Garber menekankan bahwa tidak ada pemerintahan, apapun partainya, yang berhak menentukan apa yang diajarkan, siapa yang diterima atau dipekerjakan, serta bidang studi apa yang boleh dikembangkan di universitas. 

Ancaman pencabutan status bebas pajak oleh Internal Revenue Service (IRS) juga menjadi langkah eskalasi terbaru dari pemerintahan Trump. Status ini sangat penting karena memungkinkan donor memberikan sumbangan yang dapat dikurangkan pajak, sehingga pencabutannya dapat berdampak besar pada pendanaan Harvard di masa depan.

Para akademisi dan pengamat hukum menilai langkah pemerintah Trump ini berpotensi mengancam demokrasi dan supremasi sipil di Amerika Serikat. Profesor Hukum Konstitusi dari Universitas Yale, Dr. Emily Sanders, menyatakan, “Penggunaan kekuasaan fiskal dan administratif untuk memaksa institusi pendidikan tunduk pada agenda politik tertentu mengancam prinsip otonomi akademik dan kebebasan berpendapat yang menjadi pilar demokrasi.”

Sementara itu mantan Presiden Harvard dan ekonom terkenal, Larry Summers  mengecam keras tindakan pemerintah. Ia menyebutkan bahwa “Setiap pejabat yang menghormati konstitusi harus menolak keterlibatan IRS yang dipolitisasi untuk menyerang lawan politik. Ini adalah preseden berbahaya yang bisa merusak institusi pendidikan dan demokrasi kita.”

Konflik ini juga memicu perdebatan luas di kalangan universitas lain di Amerika Serikat, terutama di Ivy League, yang khawatir tindakan serupa dapat menimpa mereka. Beberapa universitas mulai memperkuat posisi mereka dalam mempertahankan otonomi akademik dan kebebasan sivitas akademika dari intervensi politik. 

Dengan ketegangan yang terus meningkat, kasus Harvard menjadi ujian penting bagi batas-batas kekuasaan federal dan kebebasan institusi pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Keputusan-keputusan yang diambil dalam beberapa bulan ke depan diperkirakan akan menentukan masa depan hubungan antara pemerintah dan universitas, serta dampaknya terhadap nilai-nilai demokrasi dan supremasi sipil di negara tersebut.

Sumber