Dalam hubungan bilateral, Indonesia dan Singapura memiliki sejarah panjang kerja sama yang meliputi berbagai sektor, seperti ekonomi, keamanan, dan lingkungan hidup. Salah satu aspek penting dari hubungan ini adalah perjanjian internasional yang mengatur hal-hal spesifik, seperti ekstradisi, wilayah udara, dan kerja sama lintas batas. Dibalik berbagai manfaat yang dijanjikan, muncul pertanyaan mengenai implikasi perjanjian tersebut terhadap kedaulatan nasional Indonesia.
Salah satu perjanjian yang menjadi sorotan adalah Perjanjian Ekstradisi (Extradition Treaty). Perjanjian ini bertujuan untuk memungkinkan kedua negara menangani pelaku kejahatan yang melarikan diri ke wilayah lain. Dalam konteks Indonesia, perjanjian ini dipandang strategis untuk mengatasi kejahatan lintas negara, terutama yang berkaitan dengan korupsi dan tindak pidana ekonomi.
Namun, terdapat kekhawatiran bahwa implementasi perjanjian ini bisa menimbulkan bias. Misalnya, proses ekstradisi yang tidak seimbang atau interpretasi hukum yang berbeda dapat menimbulkan potensi pelanggaran hak asasi manusia atau ketidakadilan. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk memastikan bahwa mekanisme perjanjian ini selaras dengan prinsip-prinsip hukum nasional.
Isu lainnya yang sering menjadi perhatian adalah pengelolaan wilayah udara (Flight Information Region/FIR). Perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura sering dianggap sensitif karena berkaitan dengan kedaulatan. Wilayah udara di atas Kepulauan Riau, yang selama ini dikelola oleh Singapura berdasarkan mandat dari ICAO, sering dipertanyakan dari sudut pandang kedaulatan nasional.
Meski perjanjian baru menyebutkan adanya pengalihan sebagian pengelolaan FIR ke Indonesia, beberapa pihak mempertanyakan apakah langkah ini cukup untuk memastikan kontrol penuh terhadap wilayah udara nasional. Pengelolaan FIR tidak hanya soal teknis navigasi, tetapi juga mencakup aspek strategis, seperti pertahanan udara dan pengawasan keamanan.
Dalam kerja sama ekonomi, Indonesia dan Singapura kerap menandatangani perjanjian investasi dan perdagangan. Misalnya, Kesepakatan Investasi Bilateral (Bilateral Investment Treaty/BIT) sering dianggap memberikan keuntungan bagi investor asing, tetapi di sisi lain dapat membatasi kebijakan negara untuk melindungi sektor strategis.
Isu utama dalam perjanjian ini adalah klausul penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional. Klausul ini sering dipandang merugikan negara berkembang seperti Indonesia karena sistem arbitrase yang lebih berpihak kepada investor. Oleh karena itu, dalam negosiasi, Indonesia perlu lebih tegas mengupayakan perlindungan terhadap kepentingan nasional.
Perjanjian internasional antara Indonesia dan Singapura mencerminkan upaya untuk memperkuat hubungan bilateral, tetapi juga membawa tantangan dalam menjaga keseimbangan antara kerja sama internasional dan kedaulatan nasional. Pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa setiap perjanjian dihormati tanpa mengorbankan kepentingan strategis negara dan kedaulatan nasional.