Pengantar
Konsep kedaulatan negara menghadapi banyak tantangan di era globalisasi yang semakin terhubung dan kompleks. Hak setiap negara untuk mengatur urusannya sendiri tanpa campur tangan luar kini dianggap sebagai hak dan tanggung jawab. Paradigma baru, Doktrin Kewajiban untuk Melindungi (R2P), menekankan bahwa negara harus melindungi penduduknya dari pelanggaran kemanusiaan. Sebaliknya, lembaga internasional seperti ASEAN (Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara) sangat penting untuk melindungi kedaulatan negara anggotanya. Namun demikian, peran tersebut tidak mudah. Menghormati kedaulatan negara dan memenuhi tanggung jawab kemanusiaan adalah dua hal yang sering dihadapi ASEAN. Kondisi ini menunjukkan dinamika global di mana kedaulatan negara harus dipertahankan sambil menjaga stabilitas regional dan hak asasi manusia. Oleh karena itu, organisasi internasional memainkan peran penting dalam menavigasi hubungan internasional yang kompleks saat ini, di mana perlindungan kemanusiaan dan kedaulatan harus diimbangi.
Kedaulatan Negara dan Tantangannya
ASEAN didirikan pada tahun 1967 dan berdiri pada prinsip kerjasama kawasan kedaulatan dan non-intervensi. Prinsip kedaulatan mengacu pada hak setiap negara anggota untuk mengatur urusan dalam negerinya sendiri tanpa campur tangan negara lain. Menjaga integritas teritorial, menghormati budaya nasional, dan mencegah masuknya orang dari luar yang dapat mengganggu keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut adalah tujuan dari inisiatif ini. Sebaliknya, prinsip non-intervensi bertujuan untuk mencegah konflik antaranggota dan memastikan bahwa negara anggota tidak mengganggu urusan domestik negara lain. Dalam kenyataannya, prinsip ini berfungsi sebagai alat penting untuk melindungi kedaulatan negara anggota ASEAN, sekaligus memperkuat komitmen ASEAN terhadap stabilitas di wilayah tersebut. Namun, seringkali ada kesulitan untuk menerapkan prinsip ini, terutama dalam situasi krisis yang menuntut tindakan kolektif. Contohnya, ASEAN menghadapi masalah besar setelah kudeta militer di Myanmar pada tahun 2021.
Peran ASEAN dalam Menjaga Kedaulatan
Krisis Myanmar adalah contoh nyata di mana ASEAN menantang kedaulatan negara. ASEAN menghadapi banyak kesulitan dalam menangani keadaan di Myanmar setelah kudeta militer pada Februari 2021. ASEAN mendorong tindakan yang lebih tegas dari negara-negara anggota seperti Indonesia dan Malaysia, terlepas dari prinsip non-intervensi. Negara-negara anggota Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN berusaha mendorong junta militer Myanmar untuk menghentikan kekerasan dan memulai perundingan dengan oposisi. Namun, junta militer menolak untuk intervensi dan mempertahankan kekuasaan mereka, sehingga upaya tersebut tidak berhasil. Situasi ini menunjukkan betapa sulitnya bagi ASEAN untuk menyeimbangkan penghormatan terhadap kedaulatan negara anggota dengan menjaga stabilitas dan keamanan di wilayah tersebut. Prinsip non-intervensi melarang campur tangan langsung dalam urusan domestik Myanmar.
Studi Kasus Krisis Myanmar
ASEAN membantu Indonesia selama krisis Timor Timur, yang menunjukkan fungsinya dalam menjaga kedaulatan. Saat itu, negara-negara anggota ASEAN bersatu untuk mendukung integritas teritorial Indonesia dan menunjukkan komitmen bersama untuk menjaga kedaulatan negara tersebut. Sebaliknya, ASEAN menghadapi kesulitan dalam menerapkan prinsip non-intervensi, terutama saat keadaan di Myanmar setelah kudeta militer menjadi perhatian internasional. Dalam situasi seperti ini, ASEAN harus menemukan keseimbangan antara menghormati kedaulatan Myanmar dan memenuhi tuntutan masyarakat internasional untuk melakukan intervensi kemanusiaan. Dilema ini menunjukkan betapa sulitnya ASEAN menjalankan fungsinya sebagai organisasi regional yang mengutamakan kedaulatan dan stabilitas. Di sisi lain, ASEAN berada di bawah tekanan internasional untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung. ASEAN mencoba mengatasi masalah ini dengan mendorong perundingan antara pihak yang berkonflik dan mempertahankan komitmennya terhadap prinsip non-intervensi. Meski prinsip kedaulatan dan non-intervensi adalah pilar utama ASEAN, respons ASEAN terhadap situasi ini menunjukkan upayanya untuk menyeimbangkan penghormatan terhadap kedaulatan negara anggota dengan kebutuhan untuk menjaga stabilitas regional. Namun, dalam beberapa situasi, mereka harus fleksibel, terutama ketika keamanan dan kesejahteraan regional menjadi taruhannya.
Doktrin Kewajiban untuk Melindungi (R2P)
Sebagai tanggapan atas kegagalan negara-negara dalam melindungi warganya dari kejahatan serius seperti genosida dan pelanggaran hak asasi manusia, dikembangkan doktrin R2P (Responsibility to Protect). R2P menyatakan bahwa komunitas internasional bertanggung jawab untuk campur tangan jika suatu negara tidak mampu atau tidak mau melindungi warganya. Namun, R2P seringkali bertentangan dengan prinsip kedaulatan negara dalam konteks ini. ASEAN menghadapi masalah saat mempertimbangkan R2P dalam konteks non-intervensi. Negara-negara anggota sering kali ragu untuk mengambil tindakan yang dapat dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan negara lain, meskipun kesadaran akan pentingnya melindungi hak asasi manusia.
Kesimpulan
Peran ASEAN dalam mempertahankan kedaulatan anggota dan melindungi hak asasi manusia sangat kompleks. Krisis seperti yang terjadi di Myanmar menunjukkan bahwa ASEAN perlu menemukan keseimbangan antara penghormatan terhadap kedaulatan negara dan tanggung jawab kemanusiaan sesuai dengan doktrin R2P. ASEAN harus mengembangkan pendekatan yang lebih fleksibel dan adaptif, seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman dari Timor Timur dan Myanmar. ASEAN dapat memainkan peran yang lebih besar dalam menjaga stabilitas regional tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar organisasinya. Kerja sama yang lebih erat di antara negara anggota, ditambah dengan diskusi yang intensif, dapat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan di masa depan. Pada akhirnya, seberapa baik ASEAN dapat mengatasi masalah ini akan menentukan apakah dia dapat memenuhi harapan masyarakat internasional sambil mempertahankan kepentingan negara anggotanya. Untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman, stabil, dan harmonis bagi semua orang, akan sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan yang bijak.
Referensi
Soesilowati, S. (2010). Sovereignty in ASEAN’s regional order-building. Indonesian Journal of Social Sciences, 2(2), 1-13.