PENDAHULUAN
Responsibility to protect (R2P) memiliki konsep dasar berupa mencegah, melindungi, dan mengawasi dalam hal- hal yang terindikasikan terkait dengan masalah kemanusiaan. Diperlukan adanya andil dari seluruh pihak agar prinsip ini dapat terlaksana. Terdapat 3 (tiga) pilar yang menjadi dasar R2P, yaitu :
1. Tanggung jawab Negara untuk melindungi rakyatnya sendiri dari pemusnahan masal (genocide), kejahatan perang (war crimes). Pembersihan etnis (ethnic cleansing), dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), dan dari segala macam tindakan yang mengarah pada jenis- jenis kejahatan tersebut;
2. Komitmen komunitas internasional untuk membantu Negara- Negara menjalankan tanggungjawab nya itu;
3. Tanggung jawab setiap Negara anggota PBB untuk merespon secara kolektif, tepat waktu dan tegas ketika suatu Negara gagal memberikan perlindungan yang dimaksud.
Tanggung Jawab Melindungi (R2P), atau dalam bahasa Inggris Responsibility to Protect, merupakan norma internasional yang menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi penduduknya dari kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia massal. Menurut situs globalrp.org, Prinsip ini muncul sebagai respons atas kegagalan komunitas internasional dalam menangani kekejaman massal di Rwanda dan negara-negara bekas Yugoslavia pada tahun 1990-an.
ISI
Dapat dipahami bahwa, Responsibility to Protect adalah sebuah prinsip di dalam hubungan internasional yang bertujuan untuk mencegah pemusnahan masal, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap Negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi rakyatnya dari empat jenis kejahatan tersebut. Selain ini, komunitas internasional juga mempunyai tanggung jawab untuk membantu Negara- Negara dalam memenuhi tanggung jawabnya tersebut. Jika negara gagal memenuhi tanggung jawab ini, komunitas internasional memiliki kewajiban untuk mengambil tindakan, termasuk intervensi militer, untuk melindungi penduduk yang terancam.
Melansir laman resmi PBB, tujuan R2P adalah mewujudkan komitmen politik guna mengakhiri bentuk-bentuk kekerasan dan penganiayaan. Resolusi R2P disahkan oleh semua negara anggota PBB pada KTT Dunia 2005 dan dicantumkan dalam paragraf 138-139 dari Dokumen Hasil KTT Dunia.
Dapat dipahami juga Tujuan utama R2P adalah untuk mencegah dan menghentikan kejahatan massal yang dilakukan oleh negara atau aktor non-negara. Prinsip ini bertujuan untuk:
• Mendorong negara untuk bertanggung jawab atas perlindungan penduduknya yang berarti R2P menekankan bahwa tanggung jawab utama untuk melindungi penduduk dari kejahatan massal terletak pada negara itu sendiri. Dalam hal ini Negara diharapkan untuk mengambil langkah-langkah pencegahan, perlindungan, dan tanggapan yang efektif untuk melindungi penduduknya dari kejahatan massal. Prinsip ini mendorong negara untuk menghormati hak asasi manusia, membangun sistem hukum yang kuat, dan mempromosikan pemerintahan yang baik.
• Membangun kapasitas negara untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan massal seperti genosida, kejahatan perang, dan pembersihan etnis, berarti negara harus memiliki kemampuan yang kuat untuk melindungi rakyatnya. Ini seperti memberi negara “peralatan” yang tepat untuk menjaga keamanan. “Peralatan” ini bisa berupa undang-undang yang jelas, polisi yang terlatih, pengadilan yang adil, dan sistem peringatan dini untuk mencegah konflik. Negara juga harus bekerja sama dengan negara lain dan organisasi internasional untuk belajar dari pengalaman dan mendapatkan bantuan jika diperlukan. Dengan membangun kapasitas yang kuat, negara dapat melindungi rakyatnya dari kejahatan massal dan menciptakan lingkungan yang aman dan damai.
• Memberikan kerangka kerja bagi komunitas internasional untuk mengambil tindakan ketika negara gagal melindungi penduduknya. Yang artinya Jika sebuah negara gagal menjalankan tanggung jawabnya, komunitas internasional (seperti PBB dan negara-negara lain) memiliki kewajiban untuk turun tangan dan membantu. R2P memberikan kerangka kerja bagi komunitas internasional untuk bertindak, seperti memberikan bantuan kemanusiaan, menerapkan sanksi, atau bahkan melakukan intervensi militer, untuk melindungi rakyat yang terancam bahaya. Ini seperti aturan main yang memastikan bahwa tidak ada anggota komunitas yang ditinggalkan dalam bahaya.
Dalam pandangan hukum humaniter memiliki manfaat yaitu meningkatan Perlindungan Warga Sipil yang mana R2P mendorong negara untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi warga sipil dari kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, baik dalam situasi konflik bersenjata maupun dalam situasi damai. Hal ini selaras dengan prinsip-prinsip HHI yang menekankan perlindungan terhadap warga sipil dan orang-orang yang tidak berpartisipasi dalam peperangan. Selain itu juga meningkatan Akuntabilitas dimana R2P mendorong negara untuk bertanggung jawab atas tindakannya dalam melindungi penduduknya. Hal ini membantu memastikan bahwa pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan massal tidak terjadi tanpa konsekuensi.
Salah satu Contoh penerapan R2P diindonesia adalah pada konflik di papua, meskipun Indonesia menolak resolusi R2P pada tahun 2021 namun prinsip-prinsip R2P telah diterapkan dalam berbagai kebijakan dan program pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menyelesaikan konflik di Papua melalui dialog dan pendekatan humaniter. Hal ini termasuk upaya untuk melindungi warga sipil dari kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Upaya ini dapat dilihat sebagai implementasi dari R2P dalam konteks konflik internal, di mana negara memiliki kewajiban untuk melindungi penduduknya dari kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Namun ada beberapa tentangan dalam penerapan R2P di Indonesia salah satunya adalah Indonesia masih memiliki kekhawatiran terhadap intervensi internasional dalam urusan dalam negeri. Hal ini dapat menghambat penerapan R2P yang efektif. Kekhawatiran ini muncul karena R2P dapat diartikan sebagai legitimasi bagi intervensi internasional, secara sederhana Indonesia khawatir kalau R2P, yang bertujuan melindungi rakyat dari kejahatan massal, bisa disalahartikan sebagai izin bagi negara lain untuk ikut campur urusan dalam negeri Indonesia. Indonesia takut negara lain akan menggunakan R2P sebagai alasan untuk masuk dan mengatur urusan Indonesia, padahal Indonesia ingin mengatur negaranya sendiri. Indonesia ingin memastikan bahwa R2P diterapkan dengan cara yang menghormati kedaulatan negara dan tidak membuka peluang untuk intervensi yang tidak perlu.
Kesimpulan
Penerapan R2P di Indonesia memiliki manfaat yang besar dalam melindungi penduduk dari kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia massal, terutama dalam konteks hukum humaniter. Namun, tantangan dalam penerapan R2P perlu ditangani dengan serius agar prinsip ini dapat diterapkan secara efektif.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun Indonesia menolak resolusi R2P, negara ini tetap berkomitmen untuk melindungi hak asasi manusia dan mencegah kejahatan massal. R2P merupakan norma internasional yang penting dan perlu terus dikaji dan diterapkan dengan bijaksana untuk menciptakan dunia yang lebih aman dan adil.