Maskapai Penerbangan Dikenakan Denda Rp102 Miliar Setelah Menolak Penumpang Yahudi

Author Photoportalhukumid
18 Oct 2024
Pesawat Lufthansa

Maskapai penerbangan asal Jerman, Lufthansa, dijatuhi sanksi denda sebesar USD 6,6 juta, yang setara dengan sekitar Rp 102 miliar, oleh Departemen Transportasi Amerika Serikat pada Rabu, 16 Oktober 2024. Denda ini dikenakan setelah maskapai tersebut menolak untuk menerbangkan 128 penumpang yang mayoritasnya merupakan individu dari komunitas Yahudi. Insiden ini terjadi pada penerbangan yang berlangsung pada tahun 2022, dan pihak berwenang menilai bahwa penumpang tersebut mengalami diskriminasi berdasarkan identitas mereka.

Investigasi menyatakan bahwa penolakan tersebut berawal dari masalah perilaku yang ditunjukkan oleh beberapa penumpang di dalam pesawat. Departemen Transportasi AS menyebutkan bahwa denda yang diberikan adalah yang terbesar yang pernah dikenakan kepada maskapai penerbangan terkait pelanggaran hak sipil. Meski Lufthansa telah meminta maaf dan menerima keputusan denda tersebut, mereka tetap membantah adanya keterlibatan karyawan dalam perlakuan diskriminasi dan mempertanyakan otoritas penyidik Amerika Serikat untuk menginvestigasi kasus ini.

Insiden ini melibatkan 128 penumpang yang berencana melakukan perjalanan dari New York menuju Budapest melalui Frankfurt, Jerman, pada Mei 2022. Mereka berangkat untuk menghadiri acara penghormatan bagi seorang Rabi Ortodoks. Diketahui bahwa penumpang-penumpang ini melakukan pemesanan secara individu atau dalam kelompok kecil, dan tidak saling mengenal satu sama lain. Namun, awak kabin penerbangan pertama mencurigai bahwa beberapa penumpang telah melanggar aturan dengan berkumpul di lorong dan dapur, serta tidak mematuhi kewajiban penggunaan masker sesuai dengan regulasi pemerintah Jerman saat itu.

Alih-alih mencari tahu siapa yang tidak mengikuti aturan, Departemen Transportasi mencatat bahwa Lufthansa memutuskan untuk menolak mengangkut seluruh 128 penumpang yang sebagian besar mengenakan setelan khas Yahudi Ortodoks. Saat diwawancarai, para penumpang mengungkapkan bahwa mereka merasa ditolak karena perilaku beberapa di antara mereka yang dianggap “tidak pantas” dan karena identitas agama mereka.

Menteri Transportasi AS, Pete Buttigieg, menyatakan bahwa diskriminasi tidak boleh dialami oleh siapa pun saat bepergian, dan tindakan ini mengirimkan pesan tegas kepada industri penerbangan bahwa mereka siap untuk menyelidiki dan mengambil tindakan apabila ada pelanggaran terhadap hak sipil penumpang. Sebagai respons, Lufthansa mengumumkan bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki hubungan dengan komunitas Yahudi, termasuk menjalin kemitraan dengan Komite Yahudi Amerika, sebuah kelompok advokasi. Melalui kolaborasi tersebut, mereka telah menyusun program pelatihan untuk karyawan dan manajer dalam mengatasi isu anti-Semitisme dan diskriminasi.

Pihak berwenang AS berpendapat bahwa mereka memiliki hak untuk menyelidiki insiden tersebut karena penerbangan itu berangkat dari AS. Meskipun maskapai dapat menolak penumpang yang dianggap berbahaya bagi keselamatan, tindakan diskriminasi berdasarkan ras atau agama dilarang. Penyelidikan menunjukkan bahwa kapten penerbangan pertama telah mengeluarkan peringatan kepada manajer keamanan, yang mengakibatkan catatan pada rencana perjalanan penumpang. Dalam keputusan yang diambil, staf di Frankfurt memutuskan hanya mengizinkan penumpang tanpa catatan negatif yang diperbolehkan naik. Sebagian besar penumpang terpaksa harus mengatur ulang perjalanan mereka, sementara beberapa di antaranya menerima penjadwalan ulang tiket dari Lufthansa.

Meskipun Lufthansa mengingkari kesimpulan penyidik yang menyatakan mereka melakukan diskriminasi, mereka mengakui bahwa keputusan untuk menolak penumpang tersebut berasal dari serangkaian komunikasi yang keliru, salah tafsir, dan penilaian yang tidak tepat dalam proses pengambilan keputusan.

Sumber:
https://www.aljazeera.com/economy/2024/10/16/lufthansa-pays-record-4m-fine-for-barring-jewish-passengers-from-flight

Artikel Terkait

Rekomendasi