Mahkamah Agung Amerika Serikat dijadwalkan memulai persidangan penting pada Kamis, 15 Mei 2025, terkait kebijakan kontroversial Presiden Donald Trump yang berupaya mengakhiri prinsip birthright citizenship atau kewarganegaraan otomatis bagi bayi yang lahir di wilayah AS. Persidangan ini menjadi sorotan karena berpotensi mengubah kebijakan nasional yang telah berlaku selama lebih dari satu abad.

Kebijakan birthright citizenship dijamin oleh Amandemen Ke-14 Konstitusi AS yang menetapkan bahwa “semua orang yang lahir atau dinaturalisasi di Amerika Serikat dan tunduk pada yurisdiksi negara tersebut adalah warga negara AS.” Amandemen ini dibuat setelah Perang Saudara untuk membatalkan keputusan kontroversial Mahkamah Agung dalam kasus Dred Scott yang menyatakan bahwa orang kulit hitam tidak berhak menjadi warga negara.

Selama ini, prinsip kewarganegaraan berdasarkan tempat lahir telah menjadi landasan bagi jutaan warga negara AS, termasuk anak-anak dari orang tua yang tidak berdokumen atau memiliki visa sementara. Namun, Presiden Trump berargumen bahwa Konstitusi tidak menjamin kewarganegaraan otomatis tersebut dan mengeluarkan perintah eksekutif pada hari pertama masa jabatan keduanya yang melarang pemberian kewarganegaraan otomatis kepada anak-anak yang lahir dari orang tua yang berada secara ilegal atau sementara di AS.

Meski perintah eksekutif Trump langsung diblokir oleh tiga hakim federal di negara bagian Washington, Massachusetts, dan Maryland, pemerintahannya mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Namun, fokus persidangan kali ini diperkirakan tidak hanya pada substansi kebijakan tersebut, melainkan juga pada kewenangan hakim federal untuk mengeluarkan injunction atau larangan nasional yang mencegah pelaksanaan kebijakan tersebut secara luas.

Jika Mahkamah Agung mendukung Trump, hal ini dapat membuka jalan bagi pelaksanaan kebijakan tersebut tanpa menunggu putusan akhir mengenai legalitasnya. Sebaliknya, jika menolak, maka prinsip birthright citizenship akan tetap berlaku seperti yang telah ditegakkan selama ini. Keputusan ini sangat krusial karena menyangkut hak dasar kewarganegaraan dan identitas nasional Amerika Serikat.

Dampak dari kebijakan ini sangat luas dan kompleks. Pendukung birthright citizenship menilai bahwa penghapusan prinsip ini akan menciptakan kelas warga negara yang tidak setara dan merusak nilai-nilai demokrasi serta hak asasi manusia. Sebaliknya, pendukung kebijakan Trump berargumen bahwa penghapusan ini dapat mengurangi imigrasi ilegal dan praktik yang disebut “birth tourism,” di mana orang asing datang ke AS hanya untuk melahirkan agar anaknya otomatis menjadi warga negara.

Selain implikasi sosial dan politik, kebijakan ini juga berpotensi menimbulkan dampak ekonomi dan administratif yang besar. Ribuan anak yang lahir di AS dari orang tua non-dokumen bisa kehilangan status kewarganegaraan, yang akan mempengaruhi akses mereka terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan perlindungan hukum. Pemerintah juga harus menyiapkan sistem baru untuk mengelola status imigrasi dan kewarganegaraan yang lebih kompleks.

Persidangan Mahkamah Agung ini menjadi salah satu momen paling penting dalam sejarah hukum dan politik Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir. Keputusan yang diambil akan menentukan arah kebijakan imigrasi dan kewarganegaraan di masa depan, serta memberikan sinyal kuat tentang batas-batas kekuasaan eksekutif dan peran pengadilan dalam menjaga konstitusi negara.