Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) membuka peluang besar baginya untuk memperoleh keuntungan dalam hal penanganan kasus-kasus hukum yang sedang menjeratnya. Sebagai presiden terpilih, Trump memiliki potensi untuk menghindari proses hukum atas tuduhan pidana yang selama ini melibatkan dirinya, setidaknya selama ia menjabat di Gedung Putih.
Sepanjang setahun terakhir, Trump menghadapi empat tuntutan hukum besar. Dua di antaranya berkaitan dengan upayanya membatalkan hasil pemilu 2020, sementara satu kasus lainnya melibatkan tuduhan penanganan dokumen rahasia negara yang tidak sesuai dengan aturan, serta satu kasus lagi terkait pembayaran uang tutup mulut kepada bintang film dewasa, Stormy Daniels.
Beberapa jam setelah kemenangan Trump diumumkan, beberapa pejabat federal sudah mulai mempertimbangkan penyelesaian atas dua kasus penting, yaitu terkait campur tangan pemilu dan dokumen rahasia, dengan berlandaskan asumsi bahwa seorang presiden yang sedang menjabat tidak bisa dituntut atau dipenjara selama masih memegang jabatan. Asumsi ini berpijak pada kebijakan Departemen Kehakiman AS yang berlaku sejak 1973 dan kembali ditegaskan pada tahun 2000, yang menyatakan bahwa presiden yang sedang menjabat memiliki kekebalan dari tuntutan hukum pidana.
Berikut adalah penjelasan mengenai perkembangan kasus-kasus hukum yang sedang melibatkan Trump:
1. Dakwaan Federal
Trump saat ini menghadapi dua kasus federal, yaitu terkait dugaan campur tangannya dalam hasil pemilu 2020 dan terkait penimbunan dokumen rahasia di rumah pribadinya di Mar-a-Lago, Florida. Dakwaan-dakwaan ini diajukan oleh penasihat khusus untuk Departemen Kehakiman, Jack Smith. Kemenangan Trump berpotensi membuat Smith menghentikan dua kasus ini guna menghindari konflik dengan presiden terpilih yang sebelumnya mengancam akan memecatnya segera setelah menjabat.
James Trusty, pengacara yang mewakili Trump dalam dua kasus federal ini, mengatakan bahwa Departemen Kehakiman mungkin akan berpikir panjang untuk mencabut tuduhan karena preferensi politik. Menurutnya, “secara politis, mereka mungkin lebih memilih untuk melihat berjalannya pemerintahan Trump yang baru pada akhir kasus ini.”
Dua kasus federal ini meliputi:
Intervensi Pemilu 2020
Pada 2022, Smith ditugaskan oleh Komite DPR AS untuk menyelidiki dugaan Trump dalam usaha membatalkan hasil pemilu sebelum terjadinya kerusuhan di Capitol pada 6 Januari 2021. Tahun berikutnya, Smith mendakwa Trump dengan empat tuduhan, termasuk konspirasi untuk menipu AS dan menghalangi proses resmi. Hakim Tanya Chutkan menjadwalkan persidangan di Washington, DC, pada Maret, namun diundur setelah Trump menyatakan dirinya berhak atas kekebalan sebagai mantan presiden. Mahkamah Agung akhirnya mengabulkan argumen Trump ini, memberikan kekebalan yang luas terhadap tuntutan hukum, bahkan untuk dugaan kejahatan yang tidak berkaitan dengan jabatan presiden.
Kasus Dokumen Rahasia
Kasus ini berpusat pada dakwaan terhadap Trump yang diduga menimbun dokumen rahasia negara di kediamannya dan menghalangi upaya FBI dalam memulihkannya. Agen FBI menemukan lebih dari 100 dokumen rahasia di kediaman tersebut. Namun, Hakim Aileen Cannon di Florida menolak dakwaan ini, menyatakan bahwa penunjukan Smith sebagai jaksa khusus dianggap tidak konstitusional. Smith kemudian mengajukan banding terhadap putusan Cannon tersebut.
2. Dakwaan Negara Bagian
Selain dua dakwaan federal, Trump juga menghadapi kasus yang diajukan jaksa negara bagian di New York dan Georgia. Kedua kasus tersebut antara lain:
Kasus Uang Tutup Mulut Stormy Daniels
Trump sebelumnya dinyatakan bersalah oleh juri Manhattan karena memalsukan catatan bisnis dalam upaya untuk menutup pembayaran uang tutup mulut kepada Stormy Daniels sebelum pemilu 2016. Vonis ini menjadikannya presiden pertama yang masuk Gedung Putih dengan status sebagai terpidana kriminal. Trump sendiri berupaya membatalkan kasus ini berdasarkan kekebalan presiden, namun tuntutan tetap berjalan.
Kasus ‘Pemerasan’ di Georgia
Kasus ini berkaitan dengan upaya Trump untuk membatalkan hasil pemilu 2020 di Georgia. Trump dan sekutunya diduga melakukan berbagai upaya untuk membalikkan hasil pemilu di negara bagian tersebut. Jaksa Fulton County, Fani Willis, menuduh Trump dan beberapa terdakwa lainnya membentuk sebuah “usaha kriminal” untuk mempertahankan kekuasaan. Meskipun dakwaan ini sempat diguncang oleh tuduhan pelanggaran etika yang melibatkan Willis dan penasihat khususnya, hakim memutuskan Willis tetap menangani kasus ini setelah penasihat tersebut mengundurkan diri.
Para ahli hukum berpendapat bahwa meskipun Willis dapat melanjutkan penuntutan, kecil kemungkinan kasus ini akan diadili selama Trump masih menjabat sebagai presiden.

Berfokus pada penyediaan informasi terkini dan komprehensif mengenai berbagai isu hukum, regulasi, dan kebijakan di Indonesia.