Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berencana untuk meninjau kembali keputusan pemecatan tidak hormat yang dijatuhkan kepada Ipda Rudy Soik, seorang anggota dari Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Rudy Soik dipecat setelah mengungkap praktik mafia bahan bakar minyak (BBM) di wilayah tersebut. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap permintaan Komisi III DPR RI.
Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho, menjelaskan kepada wartawan pada Senin (29/10/2024), bahwa Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, telah memberikan penjelasan rinci terkait kasus tersebut. Sandi menekankan bahwa Kapolda menjalankan arahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan proses peninjauan ini akan dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Sebelumnya, dalam rapat antara Komisi III DPR RI dan Polda NTT pada Senin (28/10/2024), Wakil Ketua Komisi III, Sari Yuliati, menegaskan perlunya evaluasi terhadap keputusan pemberhentian tidak hormat terhadap Ipda Rudy Soik. Ia menyatakan bahwa pemecatan Rudy tidak sejalan dengan usaha yang dilakukannya untuk membongkar praktik mafia BBM di NTT, yang dinilai sebagai tindakan positif.
Irjen Sandi Nugroho menambahkan bahwa saran dan masukan dari Komisi III akan menjadi pertimbangan penting dalam proses peninjauan ulang tersebut. “Kapolda NTT akan memperhatikan semua hal terkait saran dan masukan dari Komisi III dalam proses ini,” tegasnya.
Penting untuk dicatat bahwa Ipda Rudy Soik dipecat karena dianggap melanggar kode etik profesi Polri. Pelanggaran ini berkaitan dengan dugaan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan terhadap penyalahgunaan BBM, di mana ia diduga memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kelurahan Alak dan Kelurahan Fatukoa. Proses peninjauan ulang ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan dalam kasus yang melibatkan Rudy Soik dan memberikan sinyal bahwa Polri mendengarkan aspirasi masyarakat serta lembaga legislatif.