BEM FISIP Unair Dihentikan oleh Dekanat, TAUD: Tindakan Represif dan Melanggar Hukum

Author Photoportalhukumid
28 Oct 2024
karangan-bunga-bem-unair-ds

Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menyatakan bahwa pembekuan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Airlangga (BEM FISIP Unair) adalah tindakan yang represif. Andrie Yunus, Kepala Divisi Hukum dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), menilai bahwa penangguhan BEM ini, yang disebabkan oleh karangan bunga satir untuk Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, tidak mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi.

Andrie menegaskan bahwa pembekuan tersebut melanggar hukum serta hak asasi manusia (HAM), dan perbuatan ini hanya akan menimbulkan rasa ketakutan di kalangan masyarakat. Dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada 28 Oktober 2024, ia menyatakan, “Tindakan ini sangat berlawanan dengan prinsip-prinsip dasar kebebasan yang seharusnya dijunjung tinggi dalam masyarakat demokratis.”

Sebelumnya, Dekanat FISIP Unair memutuskan untuk membekukan BEM setelah organisasi tersebut membuat karangan bunga satire. Dekanat beralasan bahwa karangan bunga tersebut dianggap tidak beretika. Menurut Andrie, tindakan ini tidak hanya berpotensi membungkam suara kritis di lingkungan akademis, tetapi juga berlawanan dengan kebebasan akademik yang dijamin oleh negara dan diatur dalam Magna Charta Universitatum yang ditandatangani pada tahun 1988.

Lebih lanjut, Andrie menyatakan bahwa pembekuan BEM FISIP Unair melanggar Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2020 tentang Pendidikan Tinggi, yang melindungi akademisi dan peserta pendidikan tinggi dalam menikmati kebebasan akademik serta otonomi keilmuan. Dia menegaskan bahwa hak untuk berserikat, berkumpul, dan berpendapat merupakan hak fundamental yang dijamin oleh Pasal 28E Ayat (3) dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945, yang juga menjadi semangat reformasi 1998 untuk menciptakan masyarakat yang lebih demokratis.

Andrie menjelaskan bahwa Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak warganya, termasuk kebebasan berekspresi dan berpendapat. Dia mengingatkan bahwa meskipun kebebasan ini dapat dibatasi, pembatasan tersebut harus memenuhi kriteria tertentu dan tidak boleh digunakan untuk mengekang kritik terhadap pejabat publik.

Dia menambahkan bahwa tindakan pembekuan BEM ini tidak berdasar, tidak masuk akal, serta melanggar prinsip-prinsip hukum dan HAM. TAUD pun mendesak Universitas Airlangga dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk mengevaluasi keputusan pembekuan ini. Mereka menuntut agar pembekuan dicabut dan agar semua pejabat kampus yang terlibat dalam keputusan tersebut mendapatkan sanksi yang sesuai.

Lebih jauh, TAUD meminta pemerintah untuk mengambil langkah konkret guna memastikan kebebasan akademik tetap terjaga dan tidak menciptakan suasana pemerintahan yang anti-kritik serta menentang intelektualisme. Karangan bunga yang menjadi kontroversi itu berbentuk persegi panjang dan menampilkan foto presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo-Gibran. Di papan ucapan tersebut tertulis, “Selamat atas dilantiknya Jenderal Bengis Pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3 sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi,” menunjukkan satir yang tajam terhadap situasi politik saat ini.

Sumber:
https://metro.tempo.co/read/1933998/bem-fisip-unair-dibekukan-dekanat-taud-represi-dan-bertentangan-dengan-hukum

Artikel Terkait

Rekomendasi