Runggun adalah lembaga adat yang berperan sebagai ruang musyawarah dalam masyarakat Karo. Lembaga ini menjadi wadah penting untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dan mengambil keputusan demi kepentingan bersama. Runggun dipimpin oleh simantek kuta (tetua adat) dan diikuti oleh senina (saudara semarga), anak beru (clan penerima darah), dan kalimbubu (klan pemberi darah).
Setiap keputusan yang dihasilkan dalam runggun merupakan hasil musyawarah mufakat yang mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak yang terkait. Proses musyawarah ini memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak berat sebelah dan adil bagi semua anggota masyarakat. Simantek kuta memiliki kewenangan untuk mengatur masyarakat adat dan menyelesaikan permasalahan yang ada di desa melalui musyawarah.
Dalam sistem kekerabatan Karo, rakut sitelu (tiga serangkai) memegang peranan penting dalam setiap upacara adat, termasuk dalam proses musyawarah di runggun. Rakut sitelu terdiri dari kalimbubu, senina, dan anak beru, yang memiliki hubungan timbal balik dan saling menghormati. Kalimbubu dianggap sebagai pemberi berkat, senina harus seia sekata, dan anak beru diharapkan memberikan sumbangan tenaga dan materi.
Dalam penyelesaian sengketa, runggun mengutamakan cara-cara damai dan kekeluargaan. Musyawarah dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang berselisih dan tokoh-tokoh adat untuk mencapai mufakat. Keputusan yang diambil dalam runggun diharapkan dapat diterima dan dihormati oleh seluruh masyarakat.
Keberadaan runggun diakui dan dihormati oleh negara, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18B. Pasal ini mengakui hak-hak tradisional masyarakat hukum adat yang asih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Relevansi Runggun Sebagai Alternative Dispute Resolution
Runggun dalam masyarakat Karo memiliki relevansi yang signifikan sebagai bentuk Alternative Dispute Resolution (ADR) atau penyelesaian sengketa alternatif. Sebagai lembaga adat, Runggun menyediakan ruang musyawarah untuk menyelesaikan konflik secara damai tanpa harus melalui jalur pengadilan.
Keunggulan utama Runggun sebagai ADR terletak pada pendekatannya yang berbasis komunitas dan kearifan lokal. Hal ini serupa dengan mekanisme ADR di berbagai negara, seperti *Katarungang Pambarangay* di Filipina, yang mengutamakan penyelesaian sengketa melalui mediasi oleh tokoh masyarakat setempat. Pendekatan ini lebih cepat, murah, dan efektif dibandingkan proses litigasi formal yang sering kali memakan waktu dan biaya besar.
Selain itu, Runggun memberikan fleksibilitas dalam penyelesaian masalah. Dalam konteks ADR, fleksibilitas ini memungkinkan pihak-pihak yang bersengketa untuk lebih terlibat dalam proses dan hasil penyelesaian. Hal ini juga berlaku di Runggun, di mana keputusan didasarkan pada musyawarah mufakat yang mempertimbangkan kepentingan semua pihak terkait
Runggun juga memiliki keunggulan dalam menjaga hubungan sosial di komunitas. Dengan menyelesaikan konflik secara damai melalui musyawarah, hubungan antarindividu atau kelompok tetap harmonis. Hal ini mencerminkan prinsip dasar ADR yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa tanpa menciptakan permusuhan lebih lanjut.
Dengan demikian, Runggun tidak hanya relevan sebagai mekanisme penyelesaian sengketa tradisional tetapi juga dapat menjadi model ADR berbasis budaya lokal. Pengakuan terhadap mekanisme ini oleh negara, seperti tercantum dalam Pasal 18B UUD 1945, menunjukkan bahwa sistem seperti Runggun dapat berkontribusi pada pengembangan sistem hukum yang inklusif dan adaptif terhadap keberagaman budaya di Indonesia.
Sumber
http://ejournal.uajy.ac.id/12369/1/JURNAL%20HK10316.pdf
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15966/3/T2_752016040_BAB%20III.pdf
https://jurnalhost.com/index.php/jhm/article/download/486/560/1599
https://jurnal.medanresourcecenter.org/index.php/MULTIVERSE/article/download/872/733 https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/36276
http://scholar.unand.ac.id/70362/2/S1-2016-1610712036-BAB%20PENDAHULUAN.pdf.pdf
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/19811/2/T1_712015027_Full%20text.pdf
https://scholarship.law.missouri.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1556&context=jdr
http://land.igad.int/index.php/documents-1/countries/kenya/conflict-3/530-alternative-dispute-resolution-as-a-viable-tool-in-land-conflicts-a-kenyan-perspective/file
http://kenyalaw.org/kl/fileadmin/pdfdownloads/KLReviewJournal/Resolving-disputes-through-alternative-means.pdf
https://www.bamboohr.com/resources/hr-glossary/alternative-dispute-resolution-adr
https://www.justice.gc.ca/eng/rp-pr/csj-sjc/dprs-sprd/dr-rd/index.html
https://www.investopedia.com/terms/a/alternative-dispute-resolution.asp
https://legal.thomsonreuters.com/en/insights/articles/problems-and-benefits-using-alternative-dispute-resolution
https://en.wikipedia.org/wiki/Alternative_dispute_resolution