Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru saja disahkan menandai sebuah langkah penting dalam pengakuan hukum adat di Indonesia. Salah satu ciri khas dari RKUHP adalah pengakuan terhadap hukum adat yang hidup dalam masyarakat, yang sebelumnya tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) peninggalan Belanda. Hal ini diharapkan dapat memberikan keadilan yang lebih relevan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Dalam RKUHP, hukum adat diatur dalam Bab XXXIII tentang Tindak Pidana Berdasarkan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat. Pasal 2 RKUHP menyebutkan bahwa ketentuan hukum yang hidup dalam masyarakat tetap berlaku dan dapat dijadikan dasar untuk menentukan bahwa seseorang patut dipidana, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang. Ini menunjukkan bahwa hukum adat dapat berfungsi sebagai sumber hukum positif di Indonesia.
Salah satu pasal kunci, Pasal 597, menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum adat dinyatakan sebagai perbuatan terlarang dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi ini dapat berupa pemenuhan kewajiban adat, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat 1 huruf f. Dengan demikian, pelaku tindak pidana dapat dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban untuk memenuhi norma-norma adat setempat.
Pengakuan terhadap hukum adat dalam RKUHP bertujuan untuk memenuhi rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Di banyak daerah di Indonesia, terdapat ketentuan hukum yang tidak tertulis dan diakui oleh masyarakat setempat sebagai bagian dari norma hukum mereka. Dengan mengakui hukum adat, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem hukum yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat lokal.
Meskipun pengakuan hukum adat dalam RKUHP disambut baik oleh beberapa kalangan, masih ada tantangan dan kontroversi yang perlu diperhatikan. Beberapa kritikus mengkhawatirkan bahwa penerapan hukum adat dapat memicu ketidakpastian hukum, terutama karena banyak ketentuan hukum adat bersifat tidak tertulis dan dapat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini berpotensi melanggar asas legalitas, yang menyatakan bahwa tidak ada tindakan pidana tanpa adanya ketentuan hukum yang jelas.
Dengan disahkannya RKUHP, pengakuan terhadap hukum adat menjadi salah satu langkah signifikan menuju sistem hukum yang lebih inklusif dan berbasis masyarakat. Meskipun tantangan dalam penerapannya tetap ada, pengakuan ini memberikan harapan akan terciptanya keadilan yang lebih sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat Indonesia. Ke depan, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa implementasi hukum adat dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas agar tujuan keadilan dapat tercapai secara efektif.