Meskipun Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XXII/2024 menolak sepenuhnya permohonan pemohon untuk pembentukan Kementerian Masyarakat Hukum Adat, masih ada harapan yang menggantung bagi pelindungan masyarakat hukum adat di Indonesia. Putusan ini menunjukkan bahwa dari 48 kementerian yang ada dalam Kabinet Merah Putih—termasuk tujuh kementerian koordinator dan 41 kementerian teknis—tidak terdapat nomenklatur untuk Kementerian Masyarakat Hukum Adat. Namun, hak-hak masyarakat adat dan kearifan lokal yang ada di 38 provinsi di seluruh Indonesia tetap dapat dilindungi, asalkan pembuat undang-undang, baik DPR RI maupun Presiden, dapat merealisasikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat menjadi undang-undang yang sah.
Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) menyampaikan bahwa di berbagai negara, telah terdapat kemauan politik yang kuat untuk membentuk kementerian yang fokus pada urusan masyarakat adat. Di Australia, misalnya, terdapat Kementerian Urusan Pribumi yang bertugas memastikan suara masyarakat Aborigin dan penduduk pribumi Selat Torres dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka. Begitu juga dengan India yang memiliki Kementerian Urusan Masyarakat Adat yang menjamin masyarakat adat terdaftar mendapatkan tunjangan dan akses kepada program bantuan. Di Brasil, Kementerian Masyarakat atau Ministry of Indigenous Peoples berfungsi sebagai platform dialog dengan masyarakat asli dan menjamin hak-hak teritorial mereka. Negara-negara lain seperti Filipina, Kolombia, dan Kanada juga memiliki kementerian sejenis yang bertugas melindungi kepentingan masyarakat adat serta memastikan hak-hak mereka terjamin.
Dalam konteks Indonesia, keberadaan RUU Masyarakat Hukum Adat sangat bergantung pada kemauan politik pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo dan para wakil rakyat di Senayan. Sebagai contoh, RUU Ibu Kota Negara (IKN) hanya dibahas dalam waktu 42 hari sebelum disetujui menjadi undang-undang, menunjukkan bahwa jika ada kemauan, pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat juga bisa dilakukan dengan cepat. Ketua Umum APHA, Prof. Dr. Laksanto Utomo, menekankan bahwa RUU Masyarakat Hukum Adat dan pembentukan Kementerian Masyarakat Hukum Adat memiliki hubungan erat yang harus ditangani secara bersamaan oleh pemerintah dan legislatif.
Penting untuk diingat bahwa masyarakat hukum adat merupakan penjaga keseimbangan lingkungan di Indonesia, dan perlindungan terhadap mereka tidak hanya sebatas penggunaan simbol-simbol budaya, tetapi juga harus menyentuh kebutuhan dasar mereka. Saat ini, masyarakat adat masih menghadapi berbagai tantangan sosial dan ekonomi, termasuk pengambilalihan tanah dan hutan yang mengancam eksistensi mereka. Kepala Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Emilia Yustiningrum, menyatakan bahwa masyarakat adat sering dianggap sebagai kelompok rentan karena cara hidup mereka yang berbeda dengan norma modern.
Secara umum, hukum adat di Indonesia belum tertulis dan bersifat normatif, berasal dari rasa keadilan masyarakat dan aturan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sistem ketatanegaraan formal, hukum adat masih dianggap kurang diakui sebagai sumber hukum positif. Berbagai faktor, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kondisi sosial budaya, memengaruhi pemahaman masyarakat tentang hukum adat, sehingga banyak yang tidak memahami sepenuhnya esensinya. Hukum adat, sebagai realitas hukum dan bahan hukum asli Indonesia, seharusnya menjadi fondasi bagi pembentukan hukum nasional.
Untuk memperdalam pemahaman tentang masyarakat hukum adat, BRIN merencanakan ekspedisi untuk memetakan kondisi masyarakat hukum adat di berbagai wilayah di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan penyelidikan ilmiah dan menjelajahi area yang belum banyak dikenal, serta mengkaji struktur, sistem adat, dan sumber daya masyarakat tersebut. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga ketika DPR RI dan pemerintah mendiskusikan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat, sehingga undang-undang yang dihasilkan benar-benar dapat memberikan pelindungan dan pengakuan yang layak bagi masyarakat hukum adat agar dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan zaman.
Sumber:
https://www.antaranews.com/berita/4421537/masih-ada-asa-beri-pelindungan-masyarakat-hukum-adat