Sistematika Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Author PhotoNabila Marsiadetama Ginting
07 Feb 2025
IMG_3794

Peraturan perundang-undangan adalah instrumen hukum tertulis yang berisi norma hukum dan dibuat oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Agar peraturan ini dapat dipahami dan diterapkan dengan baik, diperlukan sistematika yang jelas dan terstruktur. Sistematika peraturan perundang-undangan mengacu pada susunan atau format baku dalam penyusunan suatu peraturan, sehingga memudahkan dalam penyusunan, pemahaman, serta implementasinya.

Di Indonesia, sistematika peraturan perundang-undangan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019).

Komponen Sistematika Peraturan Perundang-Undangan

Secara umum, suatu peraturan perundang-undangan terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu:

1. Judul Peraturan

Judul merupakan bagian yang mencerminkan identitas peraturan. Dalam penyusunannya, judul ditulis dengan huruf kapital dan harus mencantumkan:
• Jenis peraturan (misalnya: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, dll.)
• Lembaga atau pejabat pembentuk (misalnya: Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Wali Kota)
• Nomor peraturan (urutan dalam satu tahun)
• Tahun penetapan
• Subjek/substansi peraturan

Contoh Judul Peraturan:
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
• Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi

Judul harus jelas dan tidak menimbulkan multitafsir, karena menjadi acuan awal dalam memahami isi peraturan.

2. Pembukaan

Pembukaan merupakan bagian yang memberikan dasar hukum dan landasan filosofis bagi suatu peraturan. Biasanya terdiri dari:

a. Frasa Pembuka

Setiap peraturan wajib diawali dengan frasa:
“DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA”
Penulisan frasa ini dengan huruf kapital, yang menunjukkan bahwa pembentukan peraturan ini dilakukan atas kehendak Tuhan serta memiliki tanggung jawab moral dan hukum.

b. Identitas Pejabat atau Lembaga Pembentuk

Pejabat atau lembaga yang mengesahkan peraturan harus disebutkan, misalnya:
• PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (untuk Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah)
• MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA (untuk Peraturan Menteri)
• GUBERNUR JAWA BARAT (untuk Peraturan Daerah Provinsi)
• BUPATI SLEMAN atau WALIKOTA SURABAYA (untuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kota)

c. Konsiderans (Pertimbangan Hukum)

Konsiderans menjelaskan alasan mengapa peraturan tersebut dibuat, biasanya menggunakan kata:
• “Menimbang” → berisi alasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.
• “Mengingat” → mencantumkan dasar hukum yang menjadi landasan peraturan.

Contoh:

Menimbang: bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bidang kesehatan, perlu adanya pengaturan mengenai jaminan kesehatan nasional.
Mengingat: Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Batang Tubuh

Batang tubuh merupakan bagian utama yang berisi norma hukum yang mengatur hak, kewajiban, larangan, dan sanksi dalam suatu peraturan.

Batang tubuh biasanya terdiri dari beberapa Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, dan Ayat:

a. Bab dan Bagian
• Digunakan jika peraturan memiliki banyak pasal dan perlu dikelompokkan berdasarkan topik tertentu.
• Biasanya, Bab I adalah Ketentuan Umum yang berisi definisi istilah penting dalam peraturan tersebut.

b. Pasal dan Ayat
• Pasal berisi aturan hukum dan ditulis dengan angka urut.
• Ayat adalah bagian lebih rinci dalam suatu pasal, ditulis dengan angka dalam tanda kurung.

Contoh:
Pasal 1
(1) Pemerintah menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan prinsip keadilan dan kesetaraan.

c. Ketentuan Sanksi
• Jika ada pelanggaran yang diatur dalam peraturan, maka bagian ini memuat jenis sanksi yang dikenakan (pidana, administrasi, atau denda).

4. Penutup

Bagian penutup berisi ketentuan yang mengatur:

a. Pengundangan Peraturan

Pengundangan adalah proses resmi agar peraturan mulai berlaku. Biasanya berbunyi:

“Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.”

b. Tanda Tangan Pejabat Berwenang

Contoh formatnya:

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Januari 2024
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(Nama Pejabat, misalnya Joko Widodo)

c. Lembaran Negara atau Lembaran Daerah

Setiap peraturan harus diumumkan dalam Lembaran Negara (untuk peraturan nasional) atau Lembaran Daerah (untuk peraturan daerah).

5. Penjelasan (Opsional, Jika Ada)
• Berisi penjelasan umum mengenai maksud dan tujuan peraturan.
• Bisa juga memuat penjelasan pasal demi pasal untuk memberikan interpretasi lebih lanjut.
• Penjelasan bukan bagian dari norma hukum, tetapi sebagai panduan dalam memahami isi peraturan.

6. Lampiran (Jika Ada)
• Beberapa peraturan memiliki lampiran yang berisi dokumen tambahan seperti peta, tabel, atau perjanjian internasional yang diratifikasi.
• Lampiran memiliki kekuatan hukum yang sama dengan batang tubuh.

Kesimpulan

Sistematika peraturan perundang-undangan memiliki format yang baku agar dapat dipahami dan diterapkan dengan baik. Setiap bagian, mulai dari judul, pembukaan, batang tubuh, penutup, hingga penjelasan dan lampiran, memiliki fungsi penting dalam memastikan peraturan tersebut dapat ditegakkan secara efektif.

Dengan memahami sistematika ini, kita dapat membaca, memahami, dan menganalisis suatu peraturan secara lebih sistematis. Hal ini juga penting dalam proses pembuatan peraturan agar sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.

Oleh: Nabila Marsiadetama Ginting

Artikel Terkait

Rekomendasi