Penyelesaian Sengketa Adat di Aceh Antara Qanun dan Kearifan Lokal

Salah satu aspek menarik dari sistem hukum di Aceh adalah keberadaan qanun adat yang mengatur penyelesaian sengketa berbasis musyawarah. Qanun ini berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari hukum adat yang telah lama hidup dalam masyarakat Aceh. Ia mengutamakan prinsip restorative justice, bukan semata pembalasan hukum formal.

Sengketa dalam masyarakat Aceh tidak serta-merta dibawa ke pengadilan formal. Ada mekanisme adat yang dimulai dari tingkat gampong (desa), kemudian mukim, dan bila perlu sampai ke panglima laot untuk sengketa kelautan. Ini menunjukkan sistem yang bertingkat dan menyatu dengan struktur sosial masyarakat.

Tokoh-tokoh adat seperti keuchik, imeum meunasah, dan tuha peut menjadi mediator sengketa. Prosesnya dilakukan melalui musyawarah di meunasah (balai desa) dengan pendekatan persuasif. Sengketa diselesaikan dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan, kepatutan, dan kedamaian sosial.

Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 mengatur secara rinci tentang jenis-jenis sengketa yang dapat diselesaikan secara adat, seperti pencurian ringan, perselisihan rumah tangga, hingga penganiayaan ringan. Hal ini memperkuat posisi hukum adat sebagai alternatif dari sistem peradilan pidana yang kaku dan mahal.

Namun tidak semua kasus bisa diselesaikan secara adat. Kasus berat, terutama yang menyangkut nyawa atau pelanggaran berat HAM, tetap harus diproses melalui jalur hukum nasional. Oleh karena itu, sinergi antara hukum adat dan formal sangat dibutuhkan agar tidak terjadi tumpang tindih atau konflik yurisdiksi.

Keberadaan qanun dalam penyelesaian sengketa adat menunjukkan bahwa hukum tidak harus selalu represif. Ia bisa hadir sebagai mekanisme pemulihan relasi sosial. Ini menjadi pelajaran penting bagi reformasi hukum nasional yang selama ini terlalu sentralistik dan formalistik.

Dengan pendekatan ini, Aceh menunjukkan bahwa penegakan hukum bisa dilakukan secara partisipatif, bermartabat, dan kontekstual. Qanun adat menjadi contoh bagaimana hukum hidup bisa diintegrasikan dalam kerangka hukum negara.

Artikel Terkait

Rekomendasi