Gugatan dan Syarat pada gugatan di Hukum Acara Perdata

Gugatan adalah tuntutan hak yang diajukan oleh seseorang (penggugat) kepada pengadilan terhadap pihak lain (tergugat) karena merasa haknya dilanggar. Gugatan menjadi pintu masuk dalam hukum acara perdata, karena tanpa gugatan tidak ada proses peradilan. Tujuan diajukannya gugatan adalah untuk memperoleh perlindungan hukum dari pengadilan dan mencegah adanya tindakan eigenrichting (main hakim sendiri) yang dapat menimbulkan kekacauan hukum.

Dalam hukum acara perdata dikenal dua bentuk permohonan ke pengadilan: permohonan (voluntair) dan gugatan (contentiosa). Permohonan diajukan jika tidak ada pihak lawan, misalnya permohonan pengangkatan anak atau penetapan ahli waris. Sedangkan gugatan diajukan apabila ada perselisihan atau konflik antara dua pihak atau lebih, sehingga pengadilan harus mengadili. Dari sisi hasil, permohonan berakhir dengan “penetapan” (beschikking), sementara gugatan berakhir dengan “putusan” (vonnis).

Untuk dapat diterima, gugatan harus memenuhi syarat formal dan substansi. Syarat formal antara lain: adanya tempat dan tanggal pembuatan gugatan, penggunaan materai yang sah, serta tanda tangan penggugat atau kuasanya. Jika gugatan tidak ditandatangani, maka gugatan dianggap tidak sah. Namun, kekurangan dalam materai biasanya hanya diminta untuk dilengkapi, tidak otomatis membuat gugatan batal.

Syarat substansi mencakup identitas para pihak (nama, umur, pekerjaan, alamat), posita, dan petitum. Identitas yang lengkap diperlukan agar tidak terjadi kesalahan subjek hukum. Jika para pihak tidak lengkap, maka gugatan dapat dinyatakan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima. Hal ini karena salah satu asas penting dalam hukum acara perdata adalah kejelasan para pihak.

Posita adalah dasar gugatan, yaitu dalil-dalil konkret yang menjelaskan mengapa penggugat mengajukan gugatan. Posita biasanya berisi uraian objek perkara, fakta hukum yang menimbulkan sengketa, perbuatan tergugat yang dinilai melawan hukum atau wanprestasi, serta uraian kerugian yang dialami penggugat. Tanpa posita yang jelas, hakim tidak memiliki dasar untuk memeriksa perkara.

Sementara itu, petitum adalah tuntutan atau hal yang dimohonkan penggugat kepada hakim. Petitum harus berhubungan langsung dengan posita. Jika suatu hal tidak dicantumkan dalam posita, maka tidak bisa dimohonkan dalam petitum. Petitum biasanya dibagi dua: primair, yakni tuntutan pokok yang diinginkan penggugat, dan subsidair, yaitu alternatif jika petitum primair tidak dikabulkan. Dengan demikian, hubungan antara posita dan petitum sangat erat dan menentukan sah tidaknya gugatan.

Selain syarat-syarat tersebut, gugatan harus diajukan kepada pengadilan yang berwenang, sesuai dengan kompetensi absolut dan relatif. Gugatan dapat diajukan secara tertulis maupun lisan (meskipun praktik lisan sekarang jarang digunakan). Setelah didaftarkan di pengadilan, ketua majelis hakim akan menetapkan hari sidang dan memerintahkan juru sita untuk memanggil para pihak. Dari sinilah rangkaian persidangan dimulai.

Kesimpulannya, gugatan adalah instrumen penting dalam hukum acara perdata. Ia harus disusun dengan cermat agar tidak mengandung cacat formal maupun substansi. Gugatan yang baik adalah gugatan yang jelas, logis, dan sesuai prosedur, sehingga dapat diperiksa oleh hakim dan menghasilkan putusan yang adil. Dengan demikian, syarat-syarat gugatan bukan sekadar formalitas, tetapi menjadi kunci keberhasilan pencari keadilan dalam memperjuangkan haknya.

Artikel Terkait

Rekomendasi