Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachma, telah ditangkap bersamaan dengan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya: Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo. Penangkapan ini terkait dengan dugaan suap yang melibatkan Lisa, yang diduga menyuap hakim untuk memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur, yang terlibat dalam kasus pembunuhan pacarnya, Dini Sera.
Ronald Tannur, anak dari mantan Anggota DPR RI Edward Tannur dari Partai Kebangkitan Bangsa, diduga menerima bantuan dari Lisa yang berperan sebagai penghubung antara keluarga Tannur dan hakim-hakim tersebut. Penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung berhasil mengungkap kasus ini dan menemukan uang tunai serta barang bukti lain yang berkaitan dengan kegiatan ilegal ini, yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
Dari penggeledahan yang dilakukan di kediaman Lisa Rachma, pihak Kejagung menemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung dugaan suap ini. Dalam rumahnya yang berlokasi di Surabaya, terdapat uang tunai sebesar Rp1,19 miliar, serta 451.700 dolar AS dan 717.043 dolar Singapura. Penggeledahan juga dilakukan di apartemen miliknya di Jakarta, di mana ditemukan uang tunai tambahan sebesar Rp2,126 miliar, catatan transaksi, dan barang bukti lain yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Kejaksaan Agung, melalui Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar, mengungkap bahwa Lisa diduga memberikan gratifikasi kepada ketiga hakim yang terlibat, dengan tujuan untuk mendapatkan keputusan yang menguntungkan Ronald Tannur. Lisa Rachma kini dihadapkan pada tuntutan berdasarkan Pasal 5 Ayat 1, Pasal 6 Ayat 1, dan Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sebagai pemberi suap.
Lisa saat ini ditahan di Rutan Salemba khusus untuk tahanan wanita, sedangkan ketiga hakim yang terlibat ditahan di Rutan Surabaya. Dalam catatan kariernya, Lisa dikenal pernah menangani sengketa lahan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, sebelum terlibat dalam kasus ini. Keluarga korban, Dini Sera, tidak menerima keputusan bebas yang dijatuhkan oleh hakim-hakim tersebut, dan mereka berupaya mencari keadilan dengan melibatkan DPR RI untuk memantau perkembangan kasus ini.
Keputusan awal yang memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur sempat menuai kritik dan perhatian publik, hingga akhirnya Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut melalui sidang kasasi. Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan bagaimana praktik suap bisa mencoreng integritas sistem peradilan, serta menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan hukum.