Ipda Rudy Soik, bersama dengan pengacaranya Ferdy Maktaen, mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta pada Kamis, 24 Oktober 2024, untuk meminta perlindungan. Rudy mengungkapkan bahwa dirinya merasa diteror dan diintimidasi oleh pihak Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu insiden yang mengkhawatirkan adalah kedatangan petugas provos ke rumahnya, yang menyebabkan trauma bagi anak-anaknya.
Ferdy Maktaen menjelaskan beberapa laporan yang disampaikan kepada LPSK, termasuk kegiatan petugas yang kerap terlihat memotret rumah Rudy, serta insiden di mana istri Rudy dicegat oleh provos saat berangkat menuju kantor. Selain mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK, mereka juga berencana untuk melaporkan kasus ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kementerian Hukum dan HAM, serta Mabes Polri. Semua laporan tersebut berkaitan dengan isu yang sama seperti yang dilaporkan ke LPSK.
Ferdy juga menegaskan perlunya perlindungan untuk keluarga Rudy, termasuk anak-anak dan istrinya, karena mereka merasa terancam oleh aktivitas polisi, termasuk penggunaan drone untuk memantau aktivitas Rudy di rumah. Dia menambahkan bahwa mereka akan melaporkan tindakan kriminalisasi, penyebaran berita hoaks, dan ketidakprofesionalan Polda NTT.
Sebelumnya, Rudy Soik, melalui kuasa hukumnya, melaporkan dua pejabat Polda NTT, Kombes Ariasandy dan Kombes Robert Anthoni Sormin, ke Divisi Propam Mabes Polri. Ferdy menyatakan bahwa kedua pejabat tersebut telah menyebarkan informasi yang tidak benar terkait dengan 12 laporan polisi yang mengarah kepada Rudy Soik. Menurutnya, pernyataan Polda NTT mengenai 12 laporan tersebut tidak profesional, mengingat pada periode tersebut Rudy sedang menjalani masa tahanan karena tuduhan penganiayaan yang berkaitan dengan pengungkapan mafia perdagangan manusia.
Ferdy menekankan bahwa tuduhan terhadap kliennya tidak valid, mengingat Rudy tidak mungkin dilaporkan sementara dia sedang berada di penjara. Dia menilai bahwa laporan-laporan yang dibuat oleh Polda NTT berpotensi untuk merusak reputasi Rudy dan menandakan adanya kriminalisasi yang berlebihan terhadapnya. Ferdy mencurigai bahwa beberapa laporan dibuat secara tidak sah oleh oknum polisi, dan ada indikasi bahwa proses hukum tersebut bertujuan untuk menghancurkan karakter Rudy Soik setelah ia menerima surat perintah tugas untuk menyelidiki kasus BBM dari Kapolresta Kupang Kota, Kombes Aldinan Manurung.
Dalam konteks ini, Ferdy berpendapat bahwa tindakan-tindakan tersebut merupakan bagian dari upaya untuk membungkam Rudy, yang menunjukkan betapa kompleks dan berbahayanya situasi yang dihadapinya saat ini.