Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga terhadap Pemilik Kendaraan dalam Asuransi Wajib: Sebuah Telaah Kritis untuk Para Pemangku Kepentingan

Author Photoportalhukumid
22 Oct 2024
Dr. Junaedy Ganie, FCBArb, MCIArb, FIIArb
Dr. Junaedy Ganie, FCBArb, MCIArb, FIIArb

Pandangan Dr. A. Junaedy Ganie, SE, SH, MH tentang Undang-Undang (UU) No. 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mengungkapkan pentingnya penyesuaian dalam Bab VI yang berfokus pada perasuransian. Dalam undang-undang ini, terdapat sejumlah perubahan signifikan, termasuk penghapusan dan penetapan ketentuan baru yang berhubungan dengan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Salah satu aspek penting yang diatur adalah Pasal 39A, yang memberi pemerintah wewenang untuk mendirikan Program Asuransi Wajib yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Program ini mengharuskan kelompok tertentu untuk berpartisipasi dan membayar premi atau kontribusi, yang akan menjadi sumber dana bagi program tersebut.

Sesuai dengan penjelasan mengenai Pasal 39A, Program Asuransi Wajib ini mencakup berbagai jenis asuransi, termasuk Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga (TJH) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi untuk rumah tinggal terhadap risiko bencana. Dalam pelaksanaannya, pemerintah diharapkan akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyusun peraturan yang diperlukan. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa pelaksanaan program ini masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjelaskan ruang lingkup dan waktu pelaksanaannya. OJK juga berencana untuk menyusun peraturan implementasi setelah PP diterbitkan, dengan batas waktu paling lambat pada 12 Januari 2025.

Dr. Ganie menyetujui pendapat OJK bahwa untuk merencanakan Program Asuransi Wajib dengan efektif, perlu dilakukan kajian mendalam mengenai jenis asuransi yang diperlukan dan kelompok masyarakat yang akan diwajibkan untuk berpartisipasi. Dia mencatat bahwa di beberapa negara ASEAN, asuransi TJH bagi pemilik kendaraan bermotor telah diterapkan dan menjadi bagian dari paket asuransi yang wajib dibeli. Menurut siaran pers OJK, tujuan dari Asuransi Wajib TJH adalah untuk memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat, mengurangi beban finansial pemilik kendaraan saat terjadi kecelakaan, dan mendorong perilaku berkendara yang lebih bertanggung jawab. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Dalam konteks ini, Dr. Ganie menyoroti beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, DPR, dan OJK. Pertama, siapa yang akan bertanggung jawab sebagai penyelenggara program asuransi wajib ini, khususnya untuk Asuransi TJH. Frasa yang digunakan dalam pasal 39A menunjukkan bahwa ada potensi untuk mendirikan badan hukum baru atau menunjuk lembaga yang akan mengelola program tersebut. Oleh karena itu, hal ini memerlukan pertimbangan mengenai kebutuhan modal yang besar dan pemilihan pemimpin yang kompeten dan berintegritas tinggi untuk mengelola lembaga tersebut.

Lebih jauh, Dr. Ganie mengingatkan tentang pengalaman buruk yang terjadi pada beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam sektor asuransi, seperti Jiwasraya dan ASABRI, yang telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan asuransi oleh pemerintah. Selain itu, ada kekhawatiran mengenai keberlanjutan dan transparansi pengelolaan dana yang dikumpulkan dari masyarakat. Dia juga mencatat bahwa meski upaya peningkatan kapasitas asuransi dalam negeri perlu dilakukan, hal itu seharusnya tidak mengorbankan hak masyarakat untuk memilih penyedia asuransi yang mereka inginkan.

Dr. Ganie berpendapat bahwa pelaksanaan Asuransi TJH sebagai Asuransi Wajib sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Masyarakat dapat memilih untuk membeli asuransi dari perusahaan mana pun yang memiliki izin operasi dari OJK, sehingga preminya akan ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Ini akan menghindarkan potensi persaingan yang tidak sehat atau pengambilalihan pasar oleh lembaga pemerintah. Dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih penyedia asuransi, pemerintah dapat memastikan bahwa pasar asuransi tetap kompetitif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Dia juga menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap mekanisme ini, mungkin dengan menjadikannya sebagai syarat untuk perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) setiap tahun. Dengan cara ini, pemerintah dapat memastikan bahwa setiap pemilik kendaraan memiliki perlindungan asuransi yang memadai, sambil tetap mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan program asuransi wajib ini.

Sumber:
https://mediaasuransinews.co.id/opini/tanggung-jawab-jawab-hukum-pihak-ketiga-bagi-pemilik-kendaraan-sebagai-asuransi-wajib-sebuah-masukan-kritis-bagi-pemangku-kepentingan/

Artikel Terkait

Rekomendasi