Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) adalah kesepakatan ekonomi antar negara-negara ASEAN untuk mewujudkan integrasi ekonomi regional. MEA pertama kali ditetapkan pada Desember 2015 oleh 10 negara ASEAN, yaitu Indonesia, Filipina, Brunei Darussalam, Thailand, Myanmar, Kamboja, Malaysia, Laos, Vietnam, dan Singapura.
Berbicara soal MEA pada tanggal 14 Agustus 2024 melalui Pejabat Tinggi Bidang Integrasi Ekonomi ASEAN (High Level Task-Force on ASEAN Economic Integration) baru-baru ini melakukan pertemuan dii Vientiane, Laos. Pertemuan ini dilakukan untuk membahas penyelesaian Rencana Strategis Masyarakat Ekonomi ASEAN (Renstra MEA) 2026-2030 yang dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Perindustrian dan Perdagangan Laos.
Pertemuan yang berlangsung di Laos ini dihadiri oleh Netty Muharni, selaku Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional yang mewakili sebagai Delegasi yang berasal dari Indonesia.
Bangaimana tanggapan Indonesia terkait Renstra MEA ini?
Tanggapan Negara Indonesia menyambut baik terkait penyusunan Rencana Strategis Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2026-2030. Netty selaku yang mewakili beranggapan bahwa melalui Renstra ini bisa menjadi jembatan penting dalam pencapaian Visi ASEAN 2045 menjadi kawasan yang tangguh, inovatif, dinamis dan berpusat pada masyarakat.
Selain itu, Indonesia juga turut mengambil peran penting. Dengan mengusulkan serta mengembangkan identifikasi inisiatif-inisiatif yang masuk dalam quick win.
Apa itu Quick Win? Quick win artinya langkah inisiatif yang mudah dan cepat dicapai dalam waktu satu tahun untuk mengawali pelaksanaan suatu program. Quick win merupakan bagian dari program reformasi birokrasi yang bertujuan untuk: memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); meningkatkan kualitas pelayanan publik; memberikan dampak perbaikan yang besar dan dapat dirasakan oleh pemangku kepentingan yang tentunya bersentuhan dengan kebutuhan minimal masyarakat.
Dalam pemasaran, quick win juga dapat diartikan sebagai strategi untuk mencapai tujuan spesifik dan terukur dalam jangka waktu yang singkat. Tujuannya adalah untuk memberikan laba atas investasi (ROI) yang nyata dan terlihat. Tentunya Indonesia berharap quik win ini harus berdasarkan kriteria yang jelas dan terukur.
Inisiatif dalam quick win tersebut akan menjadi komitmen bersama untuk memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang berdampak besar, untuk mengatasi masalah-masalah yang paling mendesak.
Salah satu bidang paling penting untuk dimasukkan dalam inisiatif quick win yaitu memperkuat konektivitas kawasan, terutama dalam aspek keuangan melalui perluasan local currency transaction (LCT) ke seluruh negara ASEAN.
Perlu diketahui bahwa Renstra MEA 2026-2030 yang akan diadopsi oleh Kepala Negara pada tahun 2025 menjadi sangat penting bagi ASEAN untuk mencapai Visi 2045 yaitu menjadi ASEAN yang tangguh, inovatif, dinamis dan berpusat pada masyarakat.
Renstra MEA 2026-2030 akan memuat 3 bagian utama yaitu Strategic Goals, Objectives, dan Strategic Measures. Saat ini, sebanyak 140 dari total 209 strategic measures telah diselesaikan dari pada 47 objectives.
Isu ASEAN dan Ekonomi Internasional
Saat ini juga sedang berkembang isu-isu baru dalam berbagai forum kerja sama ekonomi internasional seperti ekonomi digital, tenaga kerja, ekonomi hijau, hak kekayaan intelektual, sampai dengan inklusifitas yang mengakibatkan perubahan standar.
Untuk itu, ASEAN diharapkan secara proaktif memasukkan isu-isu tersebut kedalam perjanjian dagang yang saat ini sedang dibahas. Hal ini juga selaras dengan Visi 2045 untuk menjadi kekuatan ekonomi keempat di 2045.
Hal ini tentunya ada alasan yang jelas, saat ini terdapat peningkatan jumlah negara ASEAN, termasuk Indonesia, yang mengadopsi standar yang lebih tinggi di isu-isu baru tersebut dalam perjanjian dagang atau platform multilateral lainnya, seperti aksesi Indonesia dalam OECD yang sedang berjalan.
Apalagi pada tanggal 28 November 2024 mendatang, Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan ASEAN-OECD Good Regulatory Practice Network (GRPN) ke-9 dengan salah satu agendanya adalah berbagi pengetahuan implementasi GRP di ASEAN.
Indonesia akan mengundang Laos dan Malaysia, sebagai negara percontohan GRP bersama Indonesia, serta seluruh negara anggota ASEAN untuk berpartisipasi dalam 9th ASEAN-OECD GRPN yang akan dilaksanakan di Jakarta.
Dalam kesempatan ini, Indonesia juga melaksanakan pertemuan bilateral dengan Laos, selaku Ketua ASEAN 2024 untuk membahas dua hal. Pertama, inisiatif batik kolaborasi ASEAN yang merupakan persembahan Indonesia untuk ASEAN yang telah diluncurkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam rangkaian Perayaan HUT ke-57 ASEAN pada 8 Agustus 2024. Kedua, dukungan khusus kepada Laos dalam menghadapi situasi ekonomi yang saat ini sedang mengalami penurunan.
Dalam kesempatan tersebut, secara khusus Indonesia menyampaikan beberapa rekomendasi penyelesaian kepada Laos dan siap untuk melakukan pembahasan lanjutan nantinya dan perbaikan situasi ekonomi di negara-negara ASEAN, khususnya Laos, sebagai suatu wujud menuju Indonesia emas tahun 2045.