Angka 11 dari Anies untuk Prabowo: Politik Simbolik yang Kian Terbukti dalam Pemerintahan

Author PhotoDesi Sommaliagustina
13 Mar 2025
897a2cca-6397-4291-bd6f-3ba2453eb004

Dalam perhelatan Pemilu 2024, salah satu hal yang menarik perhatian publik adalah simbol angka 11 yang dikemukakan oleh Anies Baswedan terkait Prabowo Subianto. Pernyataan ini, yang awalnya mungkin dianggap sebagai retorika kampanye, pemanis ataupun kritik keras dalam penilaian kinerja Prabowo (saat menjabat sebagai Menteri Pertahanan di era Jokowi), kini justru menemukan relevansinya dalam dinamika pemerintahan Prabowo yang mulai berjalan.

Sebagai seorang akademisi hukum, saya melihat bahwa simbol angka 11 ini tidak sekadar permainan politik, tetapi memiliki implikasi lebih luas dalam pembentukan kebijakan dan arah pemerintahan ke depan. Angka 11, yang dalam konteks Anies merujuk pada kesamaan atau pengulangan pola, semakin tampak dalam beberapa keputusan yang diambil Prabowo sebagai presiden.

Dalam pemerintahan yang baru berjalan ini, kita dapat mengamati beberapa kebijakan yang tampak seperti melanjutkan pola lama. Beberapa di antaranya mencerminkan kebijakan era sebelumnya, baik dari segi pendekatan ekonomi, politik luar negeri, maupun tata kelola hukum.

Dari aspek hukum dan tata kelola pemerintahan, ada indikasi bahwa beberapa regulasi yang diusulkan atau diterapkan masih berkiblat pada kebijakan lama. Pertama, pendekatan sentralistik dalam pemerintahan. Pemerintahan Prabowo masih mempertahankan gaya kepemimpinan yang kuat dari pusat, dengan sedikit ruang bagi desentralisasi yang lebih luas. Ini mengingatkan pada pola pemerintahan sebelumnya (Orde Baru), di mana kebijakan strategis banyak ditentukan di tingkat pusat tanpa proses deliberatif yang kuat di daerah.

Kedua, kebijakan ekonomi yang berorientasi pada infrastruktur besar. Hal ini sama seperti era sebelumnya, kebijakan ekonomi Prabowo masih menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur berskala besar. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pendekatan ini akan memberikan efek jangka panjang bagi pemerataan ekonomi, atau justru mengulangi tantangan lama terkait pemerataan kesejahteraan.

Ketiga, stabilitas politik dan koalisi besar. Hal ini terlihat sangat jelas, Prabowo membangun pemerintahan dengan format koalisi besar, yang secara struktur menyerupai pola pemerintahan sebelumnya. Ini menandakan bahwa stabilitas politik masih menjadi prioritas utama, meskipun di sisi lain juga dapat menimbulkan tantangan dalam hal efektivitas oposisi dan kontrol kebijakan.

Implikasi Hukum dalam Pemerintahan Prabowo

Dari segi hukum, kesinambungan pola ini bisa memiliki dampak yang beragam. Jika kebijakan hukum yang diterapkan cenderung mempertahankan regulasi lama tanpa reformulasi yang lebih progresif, maka ada kemungkinan stagnasi dalam pembaruan hukum nasional. Beberapa tantangan yang dapat muncul. Dalam hal ini saya menilai bahwa pemerintahan saat ini perlu mempercepat pembaruan regulasi terkait transaksi digital dan perlindungan data. Jika hanya mengikuti pola lama tanpa perubahan signifikan, maka Indonesia bisa tertinggal dalam kompetisi global di era digital.

Selain itu, ditengah ketidakpastian hukum dan keadilan saat ini, penyempurnaan sistem peradilan dan penegakan hukum harus ada. Untuk itu pemerintahan Prabowo perlu memastikan bahwa sistem peradilan benar-benar mengalami perbaikan substantif, bukan sekadar mempertahankan status quo. Jika pola lama tetap dominan, maka reformasi hukum yang diharapkan banyak pihak bisa terhambat dan akan banyaknya kebijakan lama yang dikemas untuk kembali.

Akhirnya, angka 11 yang disebut Anies untuk Prabowo tampaknya semakin menemukan relevansinya dalam perjalanan awal pemerintahan ini. Pola kebijakan yang diambil sejauh ini menunjukkan kesinambungan dengan pemerintahan sebelumnya, baik dalam hal kebijakan ekonomi, politik, maupun hukum.

Pertanyaannya kini adalah, apakah kesinambungan ini akan membawa perbaikan nyata, atau justru hanya mengulang pola yang sama tanpa inovasi berarti? Pemerintahan Prabowo harus membuktikan bahwa kesinambungan bukan berarti stagnasi, melainkan evolusi menuju kebijakan yang lebih baik dan lebih sesuai dengan tantangan zaman. Atau sejarah itu kembali berulang!

Artikel Terkait

Rekomendasi