Menteri HAM Mengusulkan Pembentukan Undang-Undang tentang Kebebasan Beragama

Author Photoportalhukumid
13 Mar 2025
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan penghormatan saat menyampaikan pemaparan dalam rapat kerja bersama Komisi XIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 31 Oktober 2024. Rapat tersebut membahas rencana kerja Kementerian Hak Asasi Manusia. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto).
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memberikan penghormatan saat menyampaikan pemaparan dalam rapat kerja bersama Komisi XIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 31 Oktober 2024. Rapat tersebut membahas rencana kerja Kementerian Hak Asasi Manusia. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto).

Kementerian Hak Asasi Manusia mengusulkan pembentukan Undang-Undang tentang Kebebasan Beragama sebagai respons terhadap diskriminasi yang dialami kelompok beragama minoritas maupun mereka yang tidak termasuk dalam agama-agama resmi yang diakui negara. Usulan ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum untuk menjamin hak setiap individu dalam menjalankan keyakinannya tanpa adanya tekanan atau pembatasan dari negara maupun kelompok lain.

Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menegaskan bahwa rancangan undang-undang yang diusulkan ini lebih tepat disebut sebagai Undang-Undang Kebebasan Beragama dibandingkan dengan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama. Menurutnya, konsep perlindungan umat beragama secara implisit dapat diartikan sebagai pengakuan terhadap adanya pembatasan terhadap kebebasan beragama. “Undang-Undang Kebebasan Beragama, bukan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama. Sebab, jika yang digunakan adalah Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama, maka seolah-olah negara menerima kenyataan bahwa kebebasan beragama memang dikekang,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (12/3/2025).

Lebih lanjut, Pigai menjelaskan bahwa negara tidak boleh menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama dengan membuat aturan yang hanya bersifat protektif bagi kelompok tertentu. Sebaliknya, negara harus memastikan kebebasan bagi semua warga negara dalam beribadah dan menjalankan ajaran agamanya sesuai keyakinan masing-masing. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya keberadaan Undang-Undang Kebebasan Beragama agar tidak ada individu atau kelompok yang merasa terpinggirkan atau dihambat dalam menjalankan kepercayaannya.

Meskipun demikian, Pigai menyadari bahwa usulan pembentukan undang-undang ini masih berada dalam tahap wacana dan dapat menjadi bahan perdebatan di tengah masyarakat. Ia menegaskan bahwa setiap pihak memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya terkait usulan ini, baik mendukung maupun menolaknya. “Silakan bila ada yang mau protes, tidak apa-apa. Ada yang tidak protes, juga tidak apa-apa. Ini adalah bagian dari demokrasi,” kata Pigai.

Selain mendorong pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama, Kementerian Hak Asasi Manusia juga mengajukan beberapa rekomendasi lain guna memperkuat demokrasi di Indonesia. Salah satu langkah yang diusulkan adalah revisi terhadap Peraturan Kapolri yang mengatur tentang ujaran kebencian, yang dinilai perlu disesuaikan dengan perkembangan kebebasan berekspresi di era digital. Tak hanya itu, Pigai juga menyoroti perlunya pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga legislatif.

Usulan-usulan ini muncul sebagai respons terhadap penurunan angka indeks demokrasi Indonesia yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) dalam laporan The Democracy Index 2024. Pigai berharap, dengan adanya regulasi yang lebih inklusif dan berorientasi pada perlindungan hak-hak individu, Indonesia dapat kembali meningkatkan kualitas demokrasinya serta menjamin kebebasan fundamental bagi seluruh warganya.

Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-7819010/menteri-ham-usul-pembentukan-uu-kebebasan-beragama

Artikel Terkait

Rekomendasi