Trias Politica, yang berasal dari bahasa Yunani dan bermakna “politik tiga serangkai,” adalah konsep fundamental dalam ilmu politik yang menekankan pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga cabang utama: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Gagasan ini pertama kali dicetuskan oleh filsuf Inggris, John Locke, dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Montesquieu melalui karyanya “L’Esprit des Lois”. Tujuan utama dari Trias Politica adalah untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang berlebihan pada satu pihak dan menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat mengarah pada pemerintahan yang absolute.
Dalam sistem Trias Politica, kekuasaan legislatif bertugas merancang undang-undang, di Indonesia fungsi ini dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kekuasaan eksekutif bertugas melaksanakan undang-undang yang telah disahkan, sementara kekuasaan yudikatif bertugas mengawasi pelaksanaan undang-undang dan mengadili pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.
Montesquieu menekankan perlunya pembagian kekuasaan sebagai sarana untuk menjamin hak-hak warga negara dan mencapai keseimbangan yang sehat dalam sistem pemerintahan. Melalui pemisahan kekuasaan, setiap cabang pemerintahan dapat saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances), sehingga mencegah terjadinya tindakan sewenang-wenang dan melindungi hak-hak individu, Teori akuntabilitas dan keberimbangan juga menekankan bahwa setiap cabang kekuasaan harus bertanggung jawab kepada rakyat atau badan-badan tertentu, sehingga tercipta pemerintahan yang adil dan bertanggung jawab
Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan para hakim Mahkamah Agung (MA) di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis, 20 Februari 2025. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menepis anggapan bahwa tindakan tersebut merupakan intervensi terhadap kekuasaan kehakiman. Menurutnya, Prabowo hanya menyampaikan pesan agar para hakim menegakkan keadilan dan membela kaum lemah. Prabowo juga menekankan pentingnya menjaga integritas dan independensi hakim demi tegaknya hukum.
Namun, langkah Prabowo ini menuai kritik dari sejumlah pihak. Pakar hukum Feri Amsari menilai pengumpulan hakim MA oleh Presiden merupakan bentuk intervensi terhadap kekuasaan kehakiman. Dalam pertemuan tersebut, Prabowo meminta dukungan para hakim MA untuk menegakkan hukum dengan benar, terutama dalam upaya merebut kekayaan alam milik negara. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan bahwa Prabowo akan mengambil langkah yang agak keras dalam hal ini.
Sebelum pertemuan tersebut, pada Rabu, 19 Februari 2025, Presiden Prabowo juga memberikan sambutan dalam sidang istimewa laporan tahunan Mahkamah Agung RI. Dalam kesempatan itu, Prabowo menyampaikan apresiasi terhadap kinerja hakim dan berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup para hakim. Ia juga berpesan agar para hakim selalu berani menegakkan kebenaran dan keadilan, serta menjaga integritas. Prabowo menekankan bahwa lembaga yudikatif memiliki kekuatan dan derajat yang sama dengan lembaga eksekutif dan legislatif, serta berharap terjalin kerja sama yang baik antar lembaga demi mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia