Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini memutuskan untuk menolak permohonan uji materiil terhadap Pasal 118 huruf e Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Putusan ini, yang dibacakan pada 3 Januari 2025, menimbulkan berbagai reaksi dan perdebatan di kalangan masyarakat, terutama di kalangan kepala desa dan pengamat pemerintahan desa. Permohonan uji materi ini diajukan oleh beberapa kepala desa yang merasa dirugikan oleh pasal tersebut, yang mengatur tentang perpanjangan masa jabatan kepala desa.
Pasal 118 huruf e UU Desa menyatakan bahwa kepala desa yang masa jabatannya berakhir sampai dengan bulan Februari 2024 dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Para pemohon berpendapat bahwa pasal ini diskriminatif karena hanya mengakomodasi perpanjangan masa jabatan kepala desa yang berakhir hingga Februari 2024, sementara kepala desa yang masa jabatannya habis pada November 2023, Desember 2023, dan Januari 2024 tidak mendapatkan perpanjangan dua tahun. Mereka menilai bahwa pasal ini melanggar prinsip keadilan dan kesetaraan di hadapan hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa permohonan para Pemohon tidak dapat diterima. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa permohonan terkait Pasal 118 huruf e UU Nomor 3 Tahun 2024 telah kehilangan objek. Hal ini dikarenakan, menurut MK, permasalahan yang dipermasalahkan oleh para pemohon telah diatur dalam peraturan perundang-undangan lain yang lebih spesifik. Namun demikian, MK tidak sepenuhnya mengabaikan permasalahan yang diangkat oleh para pemohon.
MK menyoroti perlunya penyelesaian masalah pengisian jabatan kepala desa oleh pemerintah demi kepastian hukum dan kondusivitas masyarakat desa. MK menegaskan bahwa Pasal 118 huruf e tidak dapat diberlakukan terhadap calon kepala desa yang telah terpilih berdasarkan UU 6/2014. Penegasan ini menunjukkan bahwa MK memberikan perhatian terhadap proses demokrasi di tingkat desa dan menghormati hak-hak masyarakat desa untuk memilih pemimpin mereka secara langsung.
Putusan MK ini tentu saja memiliki implikasi yang luas terhadap pemerintahan desa di seluruh Indonesia. Di satu sisi, putusan ini memberikan kepastian hukum terkait dengan masa jabatan kepala desa yang berakhir hingga Februari 2024. Di sisi lain, putusan ini juga menyisakan pertanyaan terkait dengan kepala desa yang masa jabatannya berakhir sebelum Februari 2024, serta bagaimana mekanisme pengisian jabatan kepala desa yang kosong.
Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, memiliki tanggung jawab untuk segera menindaklanjuti putusan MK ini dengan menerbitkan peraturan yang lebih jelas dan komprehensif mengenai pengisian jabatan kepala desa. Peraturan tersebut harus memperhatikan prinsip keadilan, kesetaraan, dan demokrasi, serta melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat desa.
Selain itu, putusan MK ini juga menjadi momentum bagi evaluasi terhadap UU Desa secara keseluruhan. Evaluasi ini penting untuk memastikan bahwa UU Desa benar-benar dapat menjadi landasan yang kuat bagi pembangunan desa yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. UU Desa harus mampu mengakomodasi dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang di desa, serta memberikan ruang yang cukup bagi inovasi dan kreativitas masyarakat desa.
Para kepala desa juga memiliki peran penting dalam menyikapi putusan MK ini. Mereka harus tetap tenang dan profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pemimpin di desa. Mereka juga harus proaktif dalam menjalin komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi terbaik terkait dengan permasalahan masa jabatan kepala desa.
Masyarakat desa juga diharapkan untuk tetap aktif dalam mengawasi dan memberikan masukan terhadap proses pemerintahan desa. Partisipasi aktif masyarakat desa sangat penting untuk memastikan bahwa pemerintahan desa berjalan transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Pada akhirnya, putusan MK ini merupakan bagian dari proses penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia. Semua pihak, baik pemerintah, kepala desa, maupun masyarakat desa, harus menghormati putusan tersebut dan berkontribusi dalam menciptakan pemerintahan desa yang lebih baik. Semoga putusan ini dapat menjadi titik awal bagi perbaikan sistem pemerintahan desa di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.