Mati dan Melarat di Jerat Judi Online: Ini Bukan Cuma Soal Uang, Hindari atau Mati!

Author PhotoViona Margaretha
31 Jan 2025
Cover Judi Online_Viona

Mati dan Melarat di Jerat Judi Online: Ini Bukan Cuma Soal Uang, Hindari atau Mati!

Viona Margaretha, S.H.

Dalam gemerlapnya layar ponsel yang bersinar, di balik setiap ketukan jari, tersembunyi dunia yang menjanjikan kemewahan dan kemenangan instan. Namun, di balik pesona itu, tersembul bayangan kelam yang merenggut harapan bahkan masa depan. Judi online—sebuah permainan beringas, keji, dan bengis- mengintai setiap insan yang rakus akan harta dan tahta yang terbungkus rapi dalam janji palsu. Yang kata katanya lihai mengundang keberuntungan, tanpa sadar, hadir tuk menjerat kehidupan.

Tanpa tatap muka, tanpa suara nian nyaring, tanpa lekukan tubuh gemulai, ia berhasil menyusup perlahan ke dalam sendi-sendi kehidupan, menggoda dengan janji-janji semu. Tapi, ketika kartu terakhir dibuka dan nyesss…. Seketika roda terakhir berhenti berputar, tak ada yang tersisa selain kehampaan dan penyesalan. Dunia maya yang seharusnya memberi peluang, kini malah menjadi ladang bahaya, menumbuhkan kecanduan, menghancurkan hubungan, dan merusak stabilitas ekonomi. Tampil, siap merenggut detik demi detik kebahagiaan. Ini bukan hanya soal uang yang hilang—ini adalah tentang jiwa yang tersesat, tentang masa depan yang terancam lenyap dilumat habis, tiada bersisa hanya mampu berserah pada yang Kuasa.

Kini waktu kian mencumbu,

tanpa basa basi siap memburu,

pecandu kini diam bak serdadu,

Meratapi pada hawa dan nafsu terdahulu

Melahap habis harta dan tahta pada masa lalu

Lenyap tanpa beri jeda pada sang waktu

Bahkan hanya sebatas kata “tunggu”

Enggan memberi ruang tuk mengulang lembaran yang baru

Di era digital ini, judi online merajalela bak wabah yang menjerat jutaan orang dalam ilusi kemenangan. Seolah-olah keberuntungan bisa dibeli dengan satu kali klik, padahal di balik layar, ada sistem yang terus-menerus menghisap harapan dan harta para pemainnya. Judi online bukan sekadar permainan, melainkan sebuah jebakan yang perlahan melumpuhkan keuangan, moral, dan akal sehat.

Bila melayangkan pandangan pada data terbaru jelas menunjukkan bahwa jumlah pemain judi online di Indonesia telah mencapai angka yang mencengangkan: 4 juta orang. Tak hanya orang dewasa yang terjerat, bahkan anak-anak di bawah usia 10 tahun telah menjadi korban, dengan jumlah mencapai 80.000 jiwa. Sebaran usia pemain semakin mengkhawatirkan, dengan 440.000 orang berusia 10-20 tahun, 520.000 berusia 21-30 tahun, dan kelompok usia produktif 30-50 tahun yang mendominasi dengan 1,64 juta pemain. Lebih mengerikan lagi, kelompok usia di atas 50 tahun pun tak luput dari jeratan ini, dengan jumlah mencapai 1,35 juta orang. Seakan tak mengenal batas usia, judi online menghisap siapa saja yang tergoda oleh pancingan kemenangan semu.

Secara hukum, perjudian di Indonesia jelas dilarang. Pasal 303 KUHP dengan tegas mengatur ancaman pidana bagi mereka yang terlibat dalam perjudian. Sanksi bagi pelaku judi adalah pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 25 juta. Selain itu, Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur larangan penyebarluasan konten judi online dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Pemerintah juga memperkuat upaya pemberantasan dengan memblokir akses terhadap situs-situs judi online. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa perjudian digital terus beroperasi dengan berbagai cara, seolah menantang upaya hukum yang ada.

Selain sanksi bagi pemain dan penyedia jasa judi online, pihak yang memfasilitasi transaksi perjudian juga dapat dikenakan hukuman. Pasal 45 ayat (2) UU ITE menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan informasi atau dokumen elektronik yang bermuatan perjudian dapat dipidana dengan penjara paling lama 6 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar. Bahkan, dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), transaksi yang terindikasi sebagai aktivitas perjudian dapat diblokir atau dibekukan untuk mencegah perputaran dana ilegal.

Bukan hanya keuangan yang hancur, judi online juga menyebabkan ketergantungan psikologis yang berbahaya. Dalam ilmu kesehatan jiwa, kondisi ini dikenal sebagai judi patologis (pathological gambling), sebuah kecanduan yang sejajar dengan ketergantungan terhadap zat adiktif. Gangguan ini menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmiter otak, merusak kontrol pikiran, dan membuat pemain kesulitan mengambil keputusan rasional. Efeknya? Hilangnya kendali diri, keberanian mengambil risiko berlebihan, serta kesulitan dalam memahami kekalahan dan kemenangan.

Kisah-kisah tragis pun bermunculan. Seorang pria asal Bandung kehilangan rumah dan keluarganya akibat judi online. Dari seseorang yang dulunya memiliki kehidupan stabil, ia terpuruk dalam gangguan jiwa, berbicara meracau, dan tenggelam dalam depresi mendalam. Kasus lain dari Tasikmalaya menunjukkan bagaimana seorang pegawai swasta bernama DA (35) jatuh ke dalam jurang utang setelah empat tahun berjudi online. Awalnya hanya sekadar coba-coba, hingga akhirnya ia kehilangan semua tabungannya, aset berharganya, dan bahkan kesulitan untuk makan sehari-hari.

Judi online bukan sekadar permainan yang menghibur, melainkan ancaman nyata bagi masa depan bangsa. Sepanjang tahun 2023, terjadi 168 juta transaksi judi online dengan total akumulasi dana mencapai Rp 327 triliun. Sejak tahun 2017, total dana yang berputar di industri judi digital ini telah menyentuh angka Rp 517 triliun. Jika angka fantastis ini dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan pembangunan, bukan mustahil Indonesia bisa lebih cepat menuju visi Indonesia Emas 2045.

Para bandar judi online memahami psikologi pemainnya. Mereka menggoda dengan kemenangan kecil, membuat pemain merasa mampu menguasai permainan, padahal sistem selalu dirancang untuk menguntungkan pemilik platform. Pada akhirnya, ketika kekalahan demi kekalahan datang, para pemain hanya bisa terpuruk dalam kehancuran finansial. Judi online telah menjadi racun bagi masyarakat. Pemerintah terus berupaya memberantasnya, tetapi tanpa kesadaran dari masyarakat sendiri, perang ini tidak akan pernah usai. Sebuah bangsa tidak akan kuat jika warganya larut dalam perjudian. Kesadaran dan edukasi menjadi kunci utama untuk membendung bahaya ini. Sebab sejatinya, dalam perjudian, yang menang hanyalah bandar, sementara para pemainnya perlahan-lahan tenggelam dalam kehancuran.

Artikel Terkait

Rekomendasi