Kontroversi Aturan BUMDes dalam Pengelolaan Sampah di Desa Tanah Merah, Siak Hulu, Kampar, Riau

Author PhotoAndre Vetronius
12 Jan 2025
IMG-20250108-WA0009

Pengelolaan sampah di tingkat desa merupakan isu krusial yang memengaruhi kualitas hidup masyarakat sekaligus keberlanjutan lingkungan. Di Desa Tanah Merah, Siak Hulu, Kampar, Riau, pengelolaan sampah yang melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) justru memunculkan kontroversi. Polemik ini mengarah pada beberapa aspek hukum, pengelolaan, dan keadilan dalam pelaksanaan kebijakan.

BUMDes merupakan lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberikan kewenangan kepada desa untuk mengelola potensi lokal, termasuk pengelolaan sampah. Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015 menegaskan bahwa BUMDes dapat menjalankan usaha dalam bidang pelayanan publik, seperti pengelolaan sampah, selama memenuhi prinsip kemandirian dan keberlanjutan.

Polemik muncul ketika masyarakat mempertanyakan aturan main yang diterapkan oleh BUMDes dalam pengelolaan sampah di Desa Tanah Merah. Beberapa warga menganggap kebijakan tersebut kurang transparan, tidak adil, atau bahkan membebani masyarakat secara ekonomi.

Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah tarif atau iuran pengelolaan sampah yang dianggap terlalu tinggi oleh sebagian warga. Kebijakan BUMDes dalam menetapkan tarif sering kali tidak melibatkan masyarakat secara langsung, sehingga menimbulkan kesan tidak partisipatif. Dalam konteks hukum, hal ini dapat melanggar prinsip musyawarah mufakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 4 UU Desa.

BUMDes, sebagai badan usaha yang menggunakan dana desa dan kontribusi masyarakat, seharusnya transparan dalam pengelolaan keuangan. Namun, di Desa Tanah Merah, laporan penggunaan dana sering kali tidak dipublikasikan secara terbuka. Hal ini dapat melanggar prinsip akuntabilitas publik yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh BUMDes sering kali tidak merata. Ada laporan bahwa beberapa wilayah di desa mendapatkan pelayanan yang baik, sementara wilayah lainnya kurang mendapatkan perhatian. Ketidakadilan ini bertentangan dengan asas keadilan dalam pelayanan publik.

Peraturan Desa (Perdes) tentang pengelolaan sampah harus diperkuat untuk memberikan dasar hukum yang jelas bagi BUMDes. Perdes ini harus mencakup mekanisme musyawarah dengan masyarakat, penetapan tarif, dan mekanisme pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan.

Menurut Lembaga Kebijakan Publik Indonesia (LKpIndonesia) mengatakan sebagai badan usaha yang mengelola kepentingan publik, BUMDes wajib melibatkan masyarakat dalam setiap tahap pengambilan keputusan. Hal ini sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UU Desa. “BUMDes perlu menyusun laporan keuangan secara rutin dan mempublikasikannya kepada masyarakat. Ini penting untuk membangun kepercayaan publik sekaligus mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang”.

Selain itu, LKpIndonesia menambahkan harus adanya peran aktif dari Pemerintah Kabupaten Kampar. Pemkab Kampar melalui dinas terkait perlu memperketat pengawasan terhadap BUMDes. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa BUMDes beroperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Kontroversi aturan BUMDes dalam pengelolaan sampah di Desa Tanah Merah mengingatkan kita akan pentingnya tata kelola yang baik, transparan, dan partisipatif. Sebagai ujung tombak pembangunan desa, BUMDes harus mampu mengelola usaha dengan prinsip keberlanjutan, keadilan, dan akuntabilitas. Tanpa hal tersebut, keberadaan BUMDes hanya akan menjadi beban tambahan bagi masyarakat, bukan solusi atas permasalahan lingkungan yang mendesak.

Pemerintah desa, BUMDes, dan masyarakat harus duduk bersama untuk mencari solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak. Dengan demikian, pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab bersama, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan layak bagi generasi mendatang.

Artikel Terkait

Rekomendasi