Penjelasan Menteri Hukum Mengenai Usulan Denda Perdamaian

Author Photoportalhukumid
27 Dec 2024
Supratman Andi Agtas, Menteri Hukum 2024-2029 (voi.id).
Supratman Andi Agtas, Menteri Hukum 2024-2029 (voi.id).

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, memberikan klarifikasi terkait pernyataannya yang ramai diperbincangkan publik mengenai wacana pemberian pengampunan bagi pelaku tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara melalui mekanisme denda damai. Pernyataannya yang viral tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat dan pengamat hukum.

Menurut Supratman, maksud dari pernyataannya adalah untuk membandingkan mekanisme penyelesaian hukum yang tersedia dalam tindak pidana ekonomi dengan tindak pidana lain yang juga merugikan keuangan negara. Ia menjelaskan bahwa tindak pidana ekonomi dan tindak pidana korupsi memiliki pendekatan hukum yang berbeda, terutama dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan Undang-Undang Kejaksaan.

“Saya hanya membandingkan mekanisme hukum dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Kejaksaan, khususnya terkait tindak pidana ekonomi. Kedua tindak pidana tersebut sama-sama berpotensi menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara, tetapi pendekatan penyelesaian hukumnya berbeda,” ujar Supratman di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (27/12).

Supratman menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak berarti Presiden atau pemerintah akan mengambil langkah konkret untuk menerapkan denda damai sebagai mekanisme penyelesaian kasus korupsi. Ia menjelaskan bahwa kewenangan untuk menerapkan denda damai sepenuhnya berada di tangan Jaksa Agung sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Kejaksaan yang baru.

“Denda damai itu adalah kewenangan Jaksa Agung, bukan Presiden, dan hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi tertentu sesuai dengan undang-undang sektoral yang berlaku,” tegasnya.

**Denda Damai dan Tindak Pidana Ekonomi**

Ketentuan terkait denda damai diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf K Undang-Undang Kejaksaan. Pasal tersebut memberikan wewenang kepada Jaksa Agung untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan menerapkan denda damai dalam kasus tindak pidana ekonomi. Supratman menjelaskan bahwa mekanisme denda damai ini memungkinkan penghentian perkara di luar pengadilan dengan syarat pelaku membayar sejumlah denda yang telah disepakati dengan otoritas hukum, dalam hal ini Jaksa Agung.

Namun, Kejaksaan Agung dengan tegas merespons pernyataan tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan bahwa mekanisme denda damai tidak dapat diterapkan pada kasus tindak pidana korupsi. Menurut Harli, denda damai hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi tertentu yang diatur dalam undang-undang sektoral, seperti tindak pidana kepabeanan dan cukai. Sementara itu, tindak pidana korupsi harus diselesaikan berdasarkan UU Tipikor, yang tidak mengenal mekanisme penyelesaian damai.

**Reaksi dari Mahfud MD**

Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, turut memberikan kritik keras terhadap pernyataan Supratman. Menurut Mahfud, wacana penyelesaian kasus korupsi melalui denda damai adalah bentuk kesalahan yang serius.

“Ini bukan salah kaprah, tapi salah besar. Mana ada korupsi diselesaikan secara damai? Jika itu diterapkan, justru akan menciptakan praktik kolusi baru. Korupsi itu harus diberantas, bukan diselesaikan dengan cara-cara yang melemahkan prinsip hukum,” ujar Mahfud saat menghadiri acara di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Kamis (26/12).

Mahfud menegaskan bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang memerlukan pendekatan hukum yang tegas dan tidak boleh diselesaikan melalui jalur damai. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga integritas hukum dan memastikan bahwa semua mekanisme hukum berjalan sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Pernyataan Supratman tentang denda damai memicu kontroversi karena menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Meskipun denda damai diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan untuk tindak pidana ekonomi tertentu, mekanisme tersebut tidak berlaku untuk kasus tindak pidana korupsi yang diatur secara ketat dalam UU Tipikor.

Kontroversi ini menggarisbawahi pentingnya kejelasan dalam komunikasi pejabat publik terkait kebijakan hukum, terutama pada isu yang sensitif seperti pemberantasan korupsi. Semua pihak diharapkan tetap berpegang pada prinsip supremasi hukum untuk memastikan keadilan dan penegakan hukum yang tegas dan transparan.

Sumber:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241227174816-12-1181616/penjelasan-menteri-hukum-soal-wacana-denda-damai

Artikel Terkait

Rekomendasi