Negara yang Melarang Perayaan Natal dengan Ancaman Hukuman Mati jika Ketahuan

Author Photoportalhukumid
16 Dec 2024
Ilustrasi Natal (pixabay.com).
Ilustrasi Natal (pixabay.com).

Dalam hitungan hari, umat Kristiani di seluruh dunia akan bersiap merayakan Hari Raya Natal, yang jatuh setiap tanggal 25 Desember untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus. Namun, di tengah semarak perayaan ini, ada negara yang melarang keras perayaan Natal, yakni Korea Utara. Di bawah rezim Kim Jong Un, merayakan Natal dianggap sebagai tindakan ilegal, dengan hukuman berat yang bisa berujung pada hukuman mati bagi mereka yang ketahuan melanggarnya.

Korea Utara dikenal sebagai negara yang tidak mengizinkan warganya untuk menganut agama apapun. Pemerintah secara resmi mengadopsi atheisme sebagai ideologi negara, sehingga praktik keagamaan, termasuk agama Kristen, dianggap melanggar hukum. Meski begitu, sejumlah warga Korea Utara diketahui tetap menjalankan ritual agama mereka secara diam-diam, meskipun ancaman penjara bahkan hukuman mati selalu mengintai.

Kang Jimin, seorang pembelot asal Korea Utara yang kini tinggal di luar negeri, berbagi kisah tentang kehidupan beragama di negara tersebut. Dalam wawancaranya dengan *The Independent*, Jimin mengungkapkan bahwa saat tinggal di Pyongyang, ia sama sekali tidak pernah mendengar tentang Natal. “Saya tidak tahu bahwa Natal adalah hari kelahiran Yesus Kristus. Korea Utara adalah negara komunis, sehingga masyarakat tidak mengenal siapa itu Yesus atau Tuhan. Bagi mereka, keluarga Kim adalah Tuhan,” ujar Jimin.

Meskipun demikian, hal yang cukup ironis terjadi di Pyongyang, di mana pohon-pohon yang dihiasi dengan pernak-pernik mirip pohon Natal dapat ditemukan. Namun, dekorasi tersebut bukan untuk merayakan Natal, melainkan digunakan sepanjang tahun tanpa ada kaitannya dengan perayaan agama.

Sejarah mencatat bahwa sebelum Perang Korea, wilayah utara Semenanjung Korea memiliki komunitas Kristen yang cukup besar. Bahkan, Korea Utara sering dijuluki sebagai “Yerusalem di Timur” karena banyaknya gereja dan pendeta yang berasal dari wilayah ini. Namun, setelah negara tersebut menjadi komunis, tradisi keagamaan tersebut perlahan menghilang. Meski begitu, Jimin percaya bahwa masih ada kelompok-kelompok kecil di Korea Utara yang mempertahankan kepercayaan mereka secara rahasia. Namun, risiko yang mereka hadapi sangat besar. “Jika seseorang ketahuan beragama Kristen, mereka akan ditangkap dan dikirim ke kamp penjara. Bahkan, saya pernah mendengar satu keluarga Kristen yang ditangkap karena iman mereka. Seluruh keluarga, termasuk anak-anak, meninggal akibat perlakuan yang mereka terima,” ungkap Jimin.

Selain itu, menurut cerita Jimin, polisi rahasia Korea Utara kerap memburu warga yang mencoba menyebarkan agama. Salah satu temannya yang bekerja di dinas rahasia mengungkapkan bahwa mereka secara rutin menangkap orang-orang yang berusaha mengajak orang lain untuk pindah ke agama Kristen.

Uniknya, meski secara resmi agama dilarang, Korea Utara memiliki beberapa gereja Kristen yang diizinkan beroperasi. Namun, gereja-gereja ini dikontrol ketat oleh pemerintah dan hanya berfungsi sebagai alat propaganda untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Korea Utara adalah negara “bebas.” Data dari *North Korea Human Rights Database Center (NKDB)* menunjukkan bahwa terdapat 121 fasilitas keagamaan di Korea Utara, termasuk 64 kuil Buddha, 52 kuil Cheondoist, dan lima gereja Kristen. Namun, fasilitas ini tidak benar-benar digunakan untuk beribadah. Gereja, misalnya, lebih sering dijadikan tempat pameran bagi turis asing daripada tempat ibadah bagi warga lokal.

“Jika ada turis yang bertanya apakah di Korea Utara ada gereja, mereka akan menjawab, ‘Tentu saja ada. Kita adalah negara bebas.’ Lalu, mereka akan membawa turis tersebut untuk melihat gereja sebagai bagian dari tur resmi,” jelas Kang Jimin. Fakta ini menunjukkan bahwa kebebasan beragama di Korea Utara hanyalah sebuah ilusi yang diciptakan untuk mempertahankan citra negara di mata dunia internasional.

Dengan kondisi seperti ini, kehidupan beragama di Korea Utara tetap menjadi salah satu isu kemanusiaan yang memprihatinkan. Di tengah tekanan rezim, masih ada mereka yang mempertahankan iman dengan penuh risiko, memberikan gambaran nyata tentang keberanian dan keteguhan hati di balik tirai besi.

Sumber:
https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20241214160338-33-596005/negara-ini-larang-perayaan-natal-ketahuan-bisa-dihukum-mati

Artikel Terkait

Rekomendasi