Pengecualian terhadap Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dalam proses pembatalan perjanjian secara sepihak menimbulkan beragam opini di kalangan ahli hukum. Pasal 1266 mengatur bahwa syarat batal harus diajukan ke pengadilan jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, namun sering kali para pihak sepakat untuk mengesampingkan ketentuan ini demi efisiensi dan kepraktisan.Aspek Keadilan dan Kebebasan Berkontrak
Beberapa ahli berpendapat bahwa pengecualian ini sejalan dengan asas kebebasan berkontrak, yang memungkinkan para pihak untuk menentukan syarat dan ketentuan sesuai kebutuhan mereka. Namun, terdapat pula pandangan yang menyatakan bahwa pengesampingan ini bertentangan dengan prinsip keadilan, terutama bagi pihak yang lebih lemah dalam perjanjian. Pihak yang merasa dirugikan mungkin tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai jika pembatalan dilakukan tanpa melalui proses pengadilan
Akibat Hukum dari Pengecualian terhadap Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata dapat mengakibatkan hilangnya hak untuk meminta pembatalan melalui pengadilan, serta mengurangi perlindungan bagi pihak yang dirugikan. Hal ini mengarah pada potensi penyalahgunaan oleh pihak yang memiliki posisi tawar lebih kuat, karena mereka dapat membatalkan perjanjian secara sepihak tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi pihak lainnya
Pandangan Mahkamah Agung menunjukkan adanya perbedaan pandangan mengenai pengesampingan ini. Dalam beberapa kasus, pengesampingan dianggap sah jika telah disepakati oleh kedua belah pihak, sementara di kasus lain, hal tersebut dinyatakan bertentangan dengan prinsip keadilan dan itikad baik. Ini mencerminkan ketidakpastian hukum yang dapat muncul akibat praktik pengesampingan Pasal 1266.
Secara keseluruhan, meskipun pengecualian terhadap Pasal 1266 KUHPerdata memberikan kemudahan dalam pembatalan perjanjian, hal ini juga menimbulkan tantangan dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berkontrak dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang terlibat.
Selain itu, Pengecualian terhadap Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dalam proses pembatalan perjanjian secara sepihak menimbulkan perdebatan yang menarik dari sudut pandang teori hukum dan praktik peradilan di Indonesia. Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan dengan keputusan pengadilan, kecuali ada dasar hukum lain yang membolehkan pembatalan tanpa melalui jalur pengadilan. Oleh karena itu, pengecualian terhadap pasal ini, yang memungkinkan pembatalan perjanjian sepihak tanpa melalui pengadilan, membawa beberapa konsekuensi penting yang perlu dicermati.
1. Keseimbangan antara Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum Salah satu prinsip dasar dalam hukum perdata adalah kebebasan berkontrak, yang memberikan hak kepada para pihak untuk membuat, mengubah, atau membatalkan perjanjian sesuai dengan kehendak mereka. Namun, kebebasan ini harus dibatasi oleh prinsip keadilan dan perlindungan terhadap pihak yang lebih lemah atau rentan. Dalam konteks ini, pengecualian terhadap Pasal 1266 dapat dipandang sebagai langkah yang dapat memberikan fleksibilitas bagi pihak yang merasa dirugikan oleh suatu perjanjian, tanpa harus menunggu proses panjang di pengadilan.
Namun, di sisi lain, pengecualian ini berisiko mengurangi kepastian hukum dan dapat membuka celah bagi pihak yang lebih kuat untuk melakukan pembatalan sepihak tanpa alasan yang jelas, yang bisa merugikan pihak yang lebih lemah dalam perjanjian. Hal ini dapat menciptakan ketidakpastian dan menurunkan rasa saling percaya antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
2. Pertanggungjawaban Hukum
Pengecualian terhadap Pasal 1266 juga menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab hukum atas pembatalan sepihak. Pembatalan perjanjian secara sepihak dapat mengarah pada penyalahgunaan hak jika tidak diatur dengan jelas alasan dan mekanisme yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam praktiknya, jika sebuah perjanjian dibatalkan sepihak tanpa pengawasan atau prosedur hukum yang jelas, pihak yang dibatalkan perjanjiannya mungkin merasa dirugikan dan sulit untuk memperoleh ganti rugi atau penyelesaian yang adil.
Proses pengadilan, meskipun sering memakan waktu, dapat memberikan kesempatan untuk menilai dengan seksama keabsahan alasan pembatalan perjanjian, sehingga keputusan yang diambil lebih objektif dan adil. Tanpa prosedur yang jelas, pembatalan sepihak dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang tidak adil.
3. Prinsip Itikad Baik
Pengecualian terhadap Pasal 1266 ini juga sangat bergantung pada prinsip itikad baik dalam menjalankan perjanjian. Jika pembatalan sepihak dilakukan atas dasar itikad buruk, maka akan bertentangan dengan prinsip keadilan yang menjadi dasar hukum perdata. Oleh karena itu, meskipun pengecualian terhadap Pasal 1266 memberikan ruang bagi fleksibilitas, tetap penting untuk memastikan bahwa pembatalan dilakukan dengan alasan yang sah dan dalam rangka menjaga kepentingan bersama para pihak yang terlibat.
4. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Sebagai alternatif, beberapa pihak berpendapat bahwa pengecualian terhadap Pasal 1266 dapat mendorong penggunaan mekanisme penyelesaian sengketa non-litigasi, seperti mediasi atau arbitrase, sebelum mengambil langkah pembatalan sepihak. Dengan begitu, para pihak dapat mencari solusi damai tanpa harus bergantung pada proses formal pengadilan. Ini juga dapat mengurangi beban perkara di pengadilan dan mempercepat penyelesaian sengketa.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, pengecualian terhadap Pasal 1266 KUHPerdata dalam proses pembatalan perjanjian sepihak menawarkan potensi untuk meningkatkan fleksibilitas dalam menjalankan kontrak, tetapi juga mengandung risiko yang perlu diwaspadai. Jika tidak disertai dengan pengaturan yang jelas mengenai alasan dan prosedur pembatalan, pengecualian ini dapat disalahgunakan dan menciptakan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berkontrak dan perlindungan terhadap hak-hak pihak yang lebih lemah, serta memastikan bahwa prinsip itikad baik dan pertanggungjawaban hukum tetap diutamakan dalam setiap pembatalan perjanjian.
Sumber :
https://www.hukumonline.com/stories/article/lt6757771ade845/pengesampingan-pasal-1266-kuhperdata-dalam-pembatalan-sepihak-perjanjian
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/200124/
https://openjournal.unpam.ac.id/index.php/rjih/article/download/35253/16529
https://www.dhp-lawfirm.com/pengesampingan-pasal-1266-dan-1267-kuhperdata/
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/9131/Oktavia%20M%20R%20Komplit.pdf?sequence=1