Perdukunan di Indonesia: Dilema Antara Hukum dan Kepercayaan Masyarakat

Author PhotoZean Via Aulia Hakim
10 Dec 2024
WhatsApp Image 2024-12-10 at 21.28.25

Perdukunan di Indonesia menjadi topik yang semakin relevan dalam konteks hukum, mengingat praktik ini sering kali berhadapan dengan norma agama dan hukum positif. Dilema ini muncul dari berbagai faktor, termasuk kepercayaan masyarakat yang mendalam terhadap dukun, serta potensi bahaya yang ditimbulkan oleh praktik perdukunan.

Praktik perdukunan, yang sering kali melibatkan klaim kekuatan gaib, dapat menimbulkan masalah hukum. Berdasarkan Pasal 252 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), setiap orang yang mengklaim memiliki kekuatan gaib dan menawarkan jasa yang dapat menyebabkan penderitaan fisik atau mental kepada orang lain dapat dikenakan pidana penjara hingga satu tahun enam bulan atau denda

Pasal 252 RKUHP menyatakan bahwa setiap orang yang mengklaim memiliki kekuatan gaib dan menawarkan jasa yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda kategori IV

Pasal 252 KUHP menyatakan:

  1. Ancaman Pidana: Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan memberikan harapan atau menawarkan jasa kepada orang lain dengan klaim bahwa perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda paling banyak kategori IV, yang setara dengan Rp200 juta
  2. Penambahan Hukuman: Jika tindakan tersebut dilakukan untuk mencari keuntungan atau dijadikan mata pencaharian, hukuman dapat ditambah sepertiga dari hukuman yang ditetapkan

Hal ini mulai dianggap serius karena pemerintah menganggap ini merupakan langkah hukum untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktik yang berpotensi merugikan. Jika tindakan tersebut dilakukan untuk mencari keuntungan atau sebagai mata pencaharian, hukumannya dapat ditambah sepertiga dari hukuman utama. ni menunjukkan bahwa hukum berusaha untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan praktik yang merugikan.

Namun, penegakan hukum terhadap praktik perdukunan menghadapi tantangan besar. Di satu sisi, ada kebutuhan untuk melindungi masyarakat dari penipuan dan bahaya; di sisi lain, ada penghormatan terhadap tradisi dan kepercayaan local. Hal ini menciptakan ketegangan antara upaya untuk menegakkan hukum dan menjaga kebebasan beragama serta budaya.

Salah satu tantangan utama dalam penerapan Pasal 252 adalah masalah pembuktian. Mengingat sifat dari klaim kekuatan gaib, membuktikan bahwa seseorang benar-benar melakukan tindakan santet atau memiliki kemampuan gaib bisa sangat sulit di pengadilan. Oleh karena itu, penting bagi aparat penegak hukum untuk memiliki metode yang jelas dalam mengumpulkan bukti dan mendukung tuduhan tersebut.

Artikel Terkait

Rekomendasi