Apakah Pergerakan Kapal China di Laut Natuna Terkait dengan Joint Statement RI-RRC?

Author Photoportalhukumid
22 Nov 2024
Letak Laut Natuna (www.forestdigest.com).
Letak Laut Natuna (www.forestdigest.com).

Kapal-kapal penjaga pantai China (China Coast Guard) kembali terlihat berpatroli di Laut Natuna Utara, Indonesia, setelah sejumlah kejadian yang memicu perhatian publik, terutama terkait dengan adanya pernyataan bersama antara Republik Indonesia (RI) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRC) mengenai masalah klaim wilayah maritim. Pergerakan kapal-kapal China Coast Guard di wilayah tersebut tercatat dalam sejumlah waktu yang sangat signifikan, mencakup periode sebelum dan setelah diungkapnya joint statement antara kedua negara tersebut.

Menurut pengamatan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), sebuah lembaga think-tank independen yang fokus pada isu kemaritiman, aktivitas kapal-kapal China Coast Guard di Laut Natuna Utara dimulai sejak 5 Oktober 2024, saat Kapal Geo Coral berbendera Norwegia mulai melakukan survei eksplorasi sumber daya alam di perairan tersebut untuk kepentingan perusahaan negara Indonesia, Pertamina. Namun, sekitar dua minggu kemudian, pada 19 Oktober 2024, salah satu kapal China Coast Guard, yakni 5402, memasuki Laut Natuna Utara dan mengganggu kegiatan survei tersebut.

Kejadian semakin memanas pada 20 Oktober 2024, yakni pada hari yang sama dengan pelantikan Presiden Prabowo Subianto, ketika kapal-kapal penjaga pantai China mulai lebih aktif beroperasi di wilayah itu. Pada 23 Oktober, Badan Keamanan Laut (Bakamla) bersama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) mengirimkan respons terhadap kehadiran kapal-kapal China. Ketegangan semakin meningkat hingga 4 November 2024, saat kapal-kapal tersebut akhirnya meninggalkan Laut Natuna Utara.

Pergerakan kapal China Coast Guard kembali mencuri perhatian pada 11 November 2024, tepatnya setelah Indonesia dan China mengeluarkan joint statement pada 9-10 November. Dalam deklarasi tersebut, kedua negara sepakat untuk membahas isu klaim tumpang tindih yang terjadi di wilayah maritim, di mana Laut Natuna Utara menjadi salah satu fokus utama. China masih memasukkan wilayah tersebut dalam klaim Laut China Selatan (LCS) mereka berdasarkan klaim sembilan garis putus-putus atau nine dash line, yang secara hukum telah dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) pada 2016.

Imam Prakoso, analis senior IOJI, menekankan bahwa meskipun adanya kerja sama maritim antara RI dan China, hal tersebut tidak berarti bahwa Indonesia mengakui klaim sepihak China atas wilayah Laut Natuna Utara. “Tidak ada jaminan bahwa kerja sama dengan Tiongkok akan menghilangkan gangguan yang terus berlanjut di wilayah kita,” kata Imam, menyoroti bahwa Indonesia tidak mengakui dasar klaim nine dash line yang diajukan oleh China.

Grace Binowo, Senior Advisor IOJI, berpendapat bahwa Indonesia seharusnya tidak menjalin joint statement dengan China terkait Laut Natuna Utara karena tidak ada tumpang tindih klaim maritim antara kedua negara. Sebaliknya, Indonesia seharusnya membangun kerja sama dengan negara-negara yang memiliki klaim tumpang tindih dengan Indonesia, seperti Vietnam dan Malaysia, terkait dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Meskipun demikian, ia menekankan bahwa sikap Indonesia yang tegas dalam menanggapi klaim sepihak China, dengan mengirimkan kapal Bakamla dan TNI AL untuk menjaga kedaulatan wilayah, adalah langkah yang tepat.

Menyikapi hal ini, Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, mengingatkan bahwa China akan terus berusaha mempertahankan klaimnya atas wilayah yang mereka sebut sebagai bagian dari Laut China Selatan. Ia menilai bahwa keberadaan kapal-kapal China di Laut Natuna Utara tidak hanya bergantung pada adanya atau tidak adanya joint statement, namun lebih pada strategi jangka panjang China dalam mempertahankan klaimnya. “Kami akan mengundang Menteri Luar Negeri untuk mengklarifikasi masalah ini di forum DPR, untuk memastikan bahwa kebijakan Indonesia tetap tegas dalam melindungi kedaulatan wilayahnya,” ujar Dave Laksono, yang juga menekankan pentingnya menjaga hubungan yang konstruktif dengan negara-negara yang berbagi klaim teritorial di kawasan tersebut.

Meskipun terdapat upaya diplomasi melalui kerja sama maritim, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia sudah menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia tidak mengakui klaim nine dash line China yang melanggar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara. Kemlu menegaskan bahwa kerja sama dengan China di bidang kemaritiman bertujuan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan, dan tidak mengarah pada pengakuan terhadap klaim sepihak China atas wilayah tersebut.

Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-7651813/pergerakan-kapal-china-di-laut-natuna-ada-pengaruh-joint-statement-ri-rrc

Artikel Terkait

Rekomendasi