Sebanyak 16 karyawan dari berbagai perusahaan yang akan segera memasuki masa pensiun telah mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2023. Para karyawan ini merasa bahwa UU tersebut, yang berfokus pada Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan dan dijadikan acuan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menerbitkan kebijakan baru terkait pembayaran dana pensiun, merugikan hak mereka.
Menurut Riduan Manik, salah satu karyawan dari perusahaan perkebunan di Aceh yang terlibat dalam pengajuan gugatan, kebijakan baru yang diberlakukan oleh OJK akan mulai efektif pada Oktober 2024. Ia berharap agar hakim dapat mempertimbangkan gugatan ini dengan bijaksana dan memberikan dukungan kepada karyawan swasta yang sedang dalam masa transisi menuju pensiun.
Freddy TH Sinurat, rekan karyawan lainnya yang turut menggugat, menyatakan bahwa kebijakan baru OJK membatasi pencairan dana pensiun secara langsung, di mana karyawan hanya dapat menerima 20 persen dari total manfaat pensiun mereka secara sekaligus. Sementara 80 persen sisanya, setelah dipotong pajak jika jumlahnya lebih dari Rp500 juta, harus dibayarkan secara berkala atau diinvestasikan dalam bentuk anuitas dengan masa manfaat minimal sepuluh tahun.
Sebelum adanya kebijakan ini, para peserta program pensiun masih memiliki kesempatan untuk mencairkan dana pensiun mereka secara penuh meskipun dengan penalti yang cukup besar. Kebijakan baru ini dianggap merugikan oleh banyak karyawan, mendorong mereka untuk mengambil langkah hukum.
Sehubungan dengan kebijakan tersebut, kelompok karyawan ini telah resmi mengajukan permohonan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengevaluasi UU Nomor 4 Tahun 2023. Di antara 16 pemohon yang terdaftar, terdapat nama-nama seperti Ekaseni, Wahyu Medici Ritonga, I Nyoman Suyasa, Dwi Koentjoro, dan beberapa lainnya. Semua pemohon ini adalah karyawan swasta yang akan memasuki masa pensiun dalam waktu dekat, berkisar antara beberapa bulan hingga dua tahun ke depan.
Permohonan tersebut telah terdaftar di MK dengan nomor perkara 152/PUU-XXII/2024. Sidang pertama dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 29 Oktober 2024, dengan agenda pemeriksaan pendahuluan yang akan dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Freddy menegaskan harapan mereka agar sidang ini dapat memberikan keadilan bagi karyawan yang merasa dirugikan oleh kebijakan baru OJK.